Senin, 23 Maret 2015

Usaha Penegakkan Kembali Khilafah


Oleh Abu Wihdan Hidayatullah

Setelah wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, empat khalifah  utama yaitu Abu Bakar, Umar bin Khathab, Utsman bin Affan  dan Ali bin Abi Thalib r.a., melanjut-kan sistem kepemimpinan dan perwujudan masyarakat wahyu yang telah di awali Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam selama 23 Tahun. Karena sebagai pelanjut, tentu tidak sama konsekwensinya dengan yang mengawali, yakni Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Lagi pula keempat khalifah tersebut tidak maksum sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Masa khilafah merupakan “Golden Age” (Abad Keemasan), saat itulah syari’at atau hukum-hukum islam sepenuhnya berkembang  dan diimplementasikan (diwujudkan) secara sempurna. Mereka adalah para khalifah ideal yang membimbing umat diatas jalan yang benar dan telah menunaikan amanah mereka dengan penuh keimanan dan keikhlasan. Karena alasan inilah mereka dikenal sebagai Khulafaur Rasyidin yakni para khalifah penunjuk jalan kebenaran. Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ
Artinya : “Maka hendaklah kamu berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin al Mahdiyin” (Musnad Ahmad juz 4 hal 126 –127)

Pembenahan dan pembangunan umat di masa khulafaur rasyidin berlangsung selama 30 tahun. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam :
الْخِلاَ فَةُ فِي أُمَّتِي ثَلَاثُونَ سَنَةً ثُمَّ مُلْكٌ بَعْدَ ذَلِكَ
Artinya : “Kekhilafahan pada umatku tiga puluh tahun kemudian kerajaan setelah itu.” (HR. At Tirmidzi juz 4 hal 503 no. 2226, Kitabul Fitan, Abu Daud Kitabussunah juz 4 hal 221 no. 4646-4647)

Kejayaan dan kebahagiaan muslimin di masa awal adalah potret paling ideal sepanjang sejarah. Islam benar-benar telah menjadi cahaya dan rahmat bagi alam semesta. Karena itulah kita yakin hanya dengan berpola kepada mereka Insya Allah kejayaan dan kebahagiaan bisa kembali kita nikmati. Imam Malik r.a. berkata :
لاَ يَصْلُحُ اَمُرُ هَذِهِ اْلأُمَّةِ إِلاَ بِمَا صَلُحَ بِهِ أَوَلُّهَا
Artinya : “Tidak akan selamat atau maslahat urusan umat ini kecuali dengan apa-apa yang telah menyelamatkannya generasi awalnya”

Atas dasar inilah Islam hanya dapat ditegakkan dengan cara-cara terdahulu, yakni sunnah Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin. Tidak mungkin Islam ditegakkan dengan cara diluar Islam, baik dengan pola barat maupun pola timur.
Berbagai usaha yang diperjuangkan kaum muslimin dalam mengembalikan khilafah dengan versinya antara lain adalah :

Ikhwaanul Muslimin
Didirikan pada tahun 1928 M. di Mesir oleh Syaikh Hasan Al-Banna (1324-1368 H/1906-1949 M).  Berawal dengan sistem  usroh (keluarga) beberapa orang tokoh dan ulama Mesir yang menentang kekuasaan Rezim Gamal Abdul Nasher. Secara pesat berkembang di Mesir dan meluas ke berbagai negeri muslim lainnya, hingga ke Indonesia. Sistem perjuangan untuk menuju khilafah melalui tahapan pembinaan sebagai berikut :
a.    Pembentukan individu Islami
b.    Pembentukan keluarga Islami
c.    Pembentukan masyarakat Islami
d.    Pembentukan Negara / Pemerintahan Islami
e.    Penegakkan khilafah dengan memilih dari perwakilan tiap negara, dengan kriteria Imaamah atau Khilafah ; al-Alamah, al-Adalah, al-Kifayah

Hizbut Tahrir
Didirikan pada tahun 1953 di  Yordania oleh Syaikh Taqyuddin An Nabhani (1909-1979 M). Seiring dengan keruntuhan Turki Utsmani 1924, khilafah wajib ditegakkan kembali di tengah-tengah kaum muslimin. Maka 29 tahun kemudian Hizbut Tahrir berdiri sebagai Partai Politik Islam Internasional yang berjuang untuk mengembalikan Khilafah Islamiyah pasca runtuhnya Turki Utsmani. Khilafah baru bisa berdiri apabila ada daulah Islamiyah. Dengan demikian memiliki kekuasaan menjadi syarat mutlak tegaknya khilafah islamiyah. Apabila di suatu daerah telah menjadi dominan dan berkuasa, maka dibai’atlah seorang khalifah. Selanjutnya seluruh muslimin wajib membai’atnya. Syarat-syarat terbagi menjadi dua, yakni syarat in’iqad dan syarat afdlaliyah. Syarat in’iqad (sahnya) khalifah ada tujuh ; Muslim, laki-laki, baligh, berakal, adil, merdeka, mampu melaksanakan amanah khilafah. Syarat afdlaliyah (keutamaan) ; mujtahid, pemberani dan politikus, keturunan (Quraisy, Bany Hasyim dll).

Mujahidin
Gerakan ini diawali dengan peristiwa perang teluk di Timur Tengah tahun 1980-an, kemudian menyusul Jihad Afghanistan, Chechnya, Palestina dan lain-lain. Para tokoh gerakan ini antara lain ; Syaikh Abdullah ‘Azzam, Syaikh Usamah bin Ladin, Syaikh Ahmad Yasin dll. Prinsip-prinsipnya tentang khilafah, antara lain ;
Tidak benar, untuk jihad harus ada khilafah dulu.
Tidak ada sahabat atau ulama mu’tabar yang berkata bahwa; tidak ada jihad kecuali bersama khilafah.
Nash tentang jihad adalah qath’i, jihad akan terus berlangsung sampai hari kiamat. Sama saja keadaannya ada khalifah atau Imaam ‘Aam atau tidak adanya khalifah atau Imaam ‘Aam.
Tidak ada dalil yang shahih, yang mensyaratkan harus dengan adanya Imaam ‘Aam pada jihad thalabi (offensive), selain pada jihad difa’i (defensive)
Khilafah Islamiyah yang runtuh tahun 1924, harus ditegakkan kembali dengan melalui i’dad dan  jihad fii sabiililah.

4.  Khilafatul Muslimin
Dimaklumatkan di Lampung – Indonesia pada tahun 1997 oleh Ust. Abdul Qadir Hasan Baraja. Menurutnya, sejak runtuhnya Turki Utsmani 1924, tidak ada satupun gerakan yang menegakkan khilafah. Maka diba’iatlah Ust. Abdul Qadir Hasan Baraja sebagai Amiirul Mu’minin sementara. Kemudian menyebarkan formulir pendaftaran untuk menjadi anggota. Selanjutnya secara bertahap akan diselenggarakan musyawarah dunia dan menetapkan Khalifah yang tetap / permanen.

III.    KEMBALI KEPADA SISTEM  “KHILAFAH ‘ALA MINHAAJIN NUBUWWAH

Menjelang runtuhnya Turki Utsmani dan sesudahnya hingga tahun 1952 muslimin di berbagai dunia termasuk di Indonesia mengadakan musyawarah/konferensi untuk mengembalikan sistem khilafah. Akan tetapi semua usaha ini belum berhasil mewujudkan khilafah.
Ketidak berhasilan ini lebih banyak disebabkan karena faktor nasionalisme masing–masing pihak yang dibawa ke majelis musyawarah.
Konferensi Khilafah di berbagai negara, pra dan pasca  keruntuhan Utsmaniyyah (1924)
All India Khilafat Conference, 1919 M di India
Konferensi Islam International, 1921 M. di  Karachi  Pakistan
Dewan Khilafah, 1924 di Mekkah ( dibentuk Syarif Husein Amir)—tidak berlanjut
Kongres Kekhilafahan Islam, 1926 di Kairo
Kongres Muslim Dunia, 1926 di Mekkah
Konferensi Islam Al-Aqsha, Desember  1931 di Yerussalem
Konferensi Islam International kedua, 1949 di Karachi
Konferensi Islam International ketiga, 1951 di   Karachi
Pertemuan Puncak Islam, Agustus 1954 di Mekkah
Konferensi Muslim Dunia 1964 di Mogadishu
Konferensi Muslim Dunia 1969 di Rabat Maroko —– melahirkan OKI
Konferensi Tingkat Tinggi Islam, Pebruari 1974 di Lahore Pakistan.
Setelah mengalami perjalanan yang panjang, sampai dengan tahun 1953 muncullah tiga pertanyaan dalam pemikiran Dr. Syaikh Wali Al–Fattaah :
Mengapa kaum muslimin senantiasa gagal dalam  memperjuangkan Islam?
Mungkinkah Islam dapat ditegakkan dengan cara di  luar Islam?
Mustahil dalam Islam tidak ada sistem untuk memperjuangkan Islam?
Dari tiga pertanyaan itulah Wali Al-Fattaah terus-menerus melakukan kajian bersama para ulama saat itu, untuk mencari solusi permasalahan tersebut. Maka beliau menarik kesimpulan; bahwa Islam tidak mungkin ditegakkan dengan cara-cara diluar Islam, termasuk melalui jalur politik parlementer. Hal ini pula yang menjadi dasar beliau mengundurkan diri dari Masyumi.
Yang memilih keluar dari Masyumi ternyata tidak hanya Wali Al-Fattaah, tapi juga tokoh-tokoh lain yang kecewa dengan keberadaan Masyumi, antara lain : H. Agus Salim, Abdul Gaffar Ismail dan Al-Ustadz H.S.S. Djamaan Djamil. 1
Dari tahun ke tahun Wali Al-Fattaah mengumpulkan dalil-dalil tentang Khilafah, Jama’ah dan Imaamah. Beliau berhubungan dengan Kyai Maksum (Khadimus Sunnah), KH. Munawwar Khalil, Ust. A. Hasan dll.
Suatu hari, di  akhir tahun 1952 Wali Al-Fattaah mendapat hadiah satu paket buku dari KH. Munawwar Khalil yang berjudul “Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”.
Buku ini menambah keyakinan Wali Al-Fattaah akan penting dan wajibnya Muslimin  kembali kepada Khilafah, ‘alaa Minhaajin Nubuwwah. Setelah berkali-kali diadakan musyawarah dengan para ulama, maka terjadilah pembai’atan beberapa orang  ulama dan tokoh saat itu,  kemudian pada  hari Idul Adha tanggal 10 Dzulhijjah 1372 H/20 Agustus 1953 diumumkan pembai’atan tersebut di gedung Aducstaat (Bapenas sekarang) Jakarta.
Diantara para ulama yang membai’at awal Wali Al-Fattaah generasi awal adalah :
Kyai Muhammad Maksum (Khadimus Sunnah, ahli   hadits asal Yogyakarta- Muhammadiyah)
    Ust. Sadaman (Persis-Jakarta)
    KH. Sulaeman Masulili (Sulawesi)
    Ust. Hasyim Siregar (Tapanuli)
    Datuk Ilyas Mujaindo, dll.
Kemudian disiarkan melalui media cetak: Harian Keng Po, Pedoman dan Daulat Rakyat, serta media elektronik : melalui  Radio Australia dalam bahasa Inggris 22 Agustus 1953 oleh Zubeir Hadid dan di RRI Pusat (1956) oleh Ust. Abdullah bin Nuh dalam bahasa Arab.2 Inilah awal ditetapinya kembali Jama’ah Muslimin dan Imaamnya. 1972 mendapat tanggapan positif dan do’a  serta gelar Syaikh kepada Wali Al-Fattaah, dari Raja Feisal –Saudi Arabia
Sepeninggal Wali Al-Fattaah, 19 Nopember 1976, dibai’atlah H. Muhyiddin Hamidy sebagai Imaam yang  kedua dalam Jama’ah Muslimin (Hizbullah). Alhamdulillah dari waktu ke waktu kaum muslimin makin menyadari akan pentingnya kesatuan dan persatuan umat, sehingga secara berangsur muslimin di berbagai daerah dan negeri bergabung dalam satu wadah yang disyari’atkan Allah dan Rasul-Nya, yakni Jama’ah Muslimin dan Imaamnya. MASYAA  ALLAH
Wali Al-Fattaah menegaskan, “Kalau memang telah ada yang lebih dulu muslimin menetapi Jama’ah Muslimin dan Imaamnya, kita makmum. Kami menyadari bahwa Imaam itu tidak boleh dua, kami menyadari bahwa Jama’ah itu tidak boleh dua. Jama’ahnya harus satu dan Imaamnya pun harus satu.” Sebagaimana yang terjadi pada masa Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin Al-Mahdiyyin. (pen)

Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata : “Termasuk perkara yang tidak diragukan banyaknya kelompok di dalam masyarakat Islam termasuk perkara yang sangat diinginkan oleh syaithan dan musuh-musuh Islam dari kalangan manusia. Karena bila kaum muslimin bersepakat dan bersatu serta mengenal bahaya yang mengancam mereka dan juga mengancam aqidah mereka, maka mereka akan bersemangat membela umat dan aqidah mereka dan beramal di dalam satu shaf (barisan) demi kemaslahatan muslimin dan membentengi agama mereka, negeri-negeri serta saudara-saudara mereka dari bahaya yang mengancam. Hal yang demikian ini tentu tidak disenangi oleh musuh-musuh Islam dari kalangan manusia dan jin. Oleh karena itu musuh-musuh Islam itu bersungguh-sungguh untuk memecah belah barisan muslimin dengan mencerai-beraikan kekuatan mereka dan menebarkan sebab-sebab permusuhan di kalangan mereka. Kita memohon kepada Allah agar Ia mempersatukan kaum muslimin di atas kebenaran dan menyingkirkan dari masyarakat mereka segala fitnah dan kesesatan, sesungguhnya Dia Allah yang mengatur dan menguasainya. (Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, Al-Imaam Abdul Aziz bin Baz hal. 203-204)

Wallahu a'lam Bisshowwab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar