Senin, 30 Maret 2015

GHAZWUL FIKRI

Diakhir zaman ini banyak sekali Ikhtilafan sehingga Ummat Islam sulit sekali untuk bersatu menjadi ummatan wahidatan ummat yang satu  karena banyaknya “Dakhon” baik secara nyata maupun secara sembunyi-sembuyi,Saling vonis menjustifikasi terhadap golongan lain dengan sebutan bid’ah,sesat,murtad,kafir,antek taghut dsb  itu sudah menjadi hal yang biasa dan bahkan sudah  terbiasa, Apakah demikian wajah islam  yang rahmatan lil alamin itu,,,? Bahkan ketika menyingkapi sebuah hadist banyak versi berpendapat lain sehingga menimbulkan pro dan kontra saling bertahan pada pendapat masing-masing dan akhirnya tetap dalam bertafaruq yang ini sebenarnya sangat dilarang oleh Allah.


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ
 ”Adalah masa Kenabian itu ada di tengah tengah kamu sekalian, adanya atas kehendaki Allah, kemudian Allah mengangkatnya apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Khilafah yang menempuh jejak kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah), adanya atas kehandak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya (menghentikannya) apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Kerajaan yang menggigit (Mulkan ‘Adldlon), adanya atas kehendak Allah. Kemu- dian Allah mengangkatnya apabila Ia meng hendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Kerajaan yang menyom bong (Mulkan Jabariyah), adanya atas kehendak Allah. Kemu dian Allah mengangkatnya, apabila Ia menghen daki untuk mengang katnya. Kemudian adalah masa Khilafah yang menempuh jejak Kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah).” Kemudian beliau (Nabi) diam.” (HR.Ahmad dari Nu’man bin Basyir, Musnad Ahmad:IV/273, Al-Baihaqi, Misykatul Mashobih hal 461. Lafadz Ahmad).

Semua harakah tentunya sudah faham dengan hadis tersebut diatas mungkin sudah hafal diluar kepala, Namun hadis tersebut banyak sekali versi dalam memahaminya ada yang berpendapat bahwa Khilafah itu wujudnya “Negara Khilafah” dan ada juga yang berpendapat dengan sebutan “Negara Islam”  dan sebutan-sebutan lainnya yang mana nama-nama tersebut jelas berkaitan dengan Kekuasaan,  Sehingga ketika ada segolongan dari Ummat Islam mengamalkan syari’at Al-Jama’ah  Al-Imaamah yang mengikuti pola Jejak Kenabian atau Khilafah ‘Alaa Minhajin Nubuwwah, Maka dengan spontan dari golongan lain akan mengatakan sebagai Khilafah palsu,Khilafah abal-abal,Khilafah tanpa wilayah teritorial,Khilafah tanpa hudud,Khilafahnya tidak sah dsb, akibat dari banyaknya pendapat-pendapat demikian itu justru menyulitkan Ummat Islam  untuk bersatu yang akhirnya menimbulkan debat kusir yang tidak ada kunjung selesainya  dan seharusnya tidak perlu terjadi, Memang benar bahwa Khilafah itu merupakan kehendak Allah, Namun tanpa upaya dan usaha Al-Jama’ah atau Khilafah itu tidak akan tegak dan  Allah berfirman:


إن الله لايغير ما بقوم حتى يغيروا ما بانفسكم {الرعد: 11}.
Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada mereka sendiri” (QS.Ar-Ra’d: 11).


Sebagaimana firman Allah diatas, Jelas Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum apabaila kaum tersebut tidak merubahnya,Bagaimana orang tersebut bisa menjadi kaya raya kalau tidak bekerja dan berusaha,,? Apakah risalah kenabian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam diawali dengan kekuasaan,,? Tidak,,? Apakah menjadi batal tidak sah kenabian Muhammad lantaran tidak mempunyai wilayah kekuasaan,,? Tidak,,? Kekuasaan itu hak preogatif Allah tidak perlu memaksakan kehendak, Jika Allah sudah berkehendak tidak ada yang dapat membendungnya.

Jelas antara hadist satu dengan hadist yang lainnya antara ayat satu dengan ayat lainnya itu saling menjelaskan, Jangan mengambil sebagian lantas mengingkari sebagian sebagaimana hadist diatas yang berkaitan dengan hadist berikut ini yang tentunya juga tidak asing lagi bagi para ikhwan dan mungkin juga sudah hafal diluar kepala.


Khudzaifah bin Yaman Radliallahu ‘anhu berkata:
 كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنِ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ وَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ نَعَمْ وَفِيهِ دَخَنٌ قُلْتُ وَمَا دَخَنُهُ قَالَ قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ قُلْتُ فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوْهُ فِيهَا قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا قَالَ هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِي إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلاَ إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ .
 “Adalah orang-orang (para sahabat) bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kebaikan dan adalah saya bertanya kepada Rasulullah tentang kejahatan, khawatir kejahatan itu menimpa diriku, maka saya bertanya: “Ya Rasulullah, sesungguhnya kami dahulu berada di dalam Jahiliyah dan kejahatan, maka Allah mendatangkan kepada kami dengan kebaikan ini (Islam). Apakah sesudah kebaikan ini timbul kejahatan? Rasulullah menjawab: “Benar!” Saya bertanya: Apakah sesudah kejahatan itu datang kebaikan? Rasulullah menjawab: “Benar, tetapi di dalamnya ada kekeruhan (dakhon).” Saya bertanya: “Apakah kekeruhannya itu?” Rasulullah menjawab: “Yaitu orang-orang yang mengambil petunjuk bukan dengan petunjukku. (dalam riwayat Muslim) “Kaum yang berperilaku bukan dari Sunnahku dan orang-orang yang mengambil petunjuk bukan dengan petunjukku, engkau ketahui dari mereka itu dan engkau ingkari.” Aku bertanya: “Apakah sesudah kebaikan itu akan ada lagi keburukan?” Rasulullah menjawab: “Ya, yaitu adanya penyeru-penyeru yang mengajak ke pintu-pintu Jahannam. Barangsiapa mengikuti ajakan mereka, maka mereka melemparkannya ke dalam Jahannam itu.” Aku bertanya: “Ya Rasu lullah, tunjukkanlah sifat-sifat mereka itu kepada kami.” Rasululah menjawab: “Mereka itu dari kulit-kulit kita dan berbicara menurut lidah-lidah (bahasa) kita.” Aku bertanya: “Apakah yang eng kau perintahkan kepadaku jika aku menjumpai keadaan yang demikian?” Rasulullah bersabda: “Tetaplah engkau pada Jama’ah Muslimin dan Imaam mereka !” Aku bertanya: “Jika tidak ada bagi mereka Jama’ah dan Imaam?” Rasulullah bersabda: “Hendaklah engkau keluar menjauhi firqoh-firqoh itu semuanya, walaupun engkau sam pai menggigit akar kayu hingga kematian menjum paimu, engkau tetap demikian.” (HR.Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari dalam Kitabul Fitan: IX/65, Muslim, Shahih Muslim: II/134-135 dan Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah:II/475. Lafadz Al-Bukhari).


Begitu juga dengan hadist diatas banyak sekali versi dalam memahaminya tergantung dengan kepentingan masing-masing golongan, Sehingga menimbulkan kerancuan dan tetap bertahan pada pendapat masing-masing golongan maka ketika menghadapi zaman du’at ala abwabi jahannam Hudzaifah Bin Yaman bertanya kepada Rasulullah dan Rasulullah bersabda: “Tetaplah engkau pada Jama’ah Muslimin dan Imaam mereka !”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 إِنَّ اللَّهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلاَثًا وَيَسْخَطُ لَكُمْ ثَلاَثًا يَرْضَى لَكُمْ أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَأَنْ تَعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيْعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَأَنْ تُنَاصِحُوا مَنْ ولاَّهُ اللَّهُ أَمْرَكُمْ وَيَسْخَطُ لَكُمْ قِيلَ وَقَالَ وَإِضَاعَةَ الْمَالِ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ
 “Sesungguhnya Allah itu ridho kepada kamu pada tiga perkara dan benci kepada tiga perkara. Adapun (3 perkara) yang menjadikan Allah ridho kepada kamu adalah: 1). Hendaklah kamu memper ibadati-Nya dan janganlah mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, 2). Hendaklah kamu ber pegang-teguh dengan tali Allah seraya berjama’ah dan janganlah kamu berfirqoh-firqoh, 3). Dan hendaklah kamu senantiasa menasihati kepada seseorang yang Allah telah menyerahkan kepemim pinan kepadanya dalam urusanmu. Dan Allah membenci kepadamu 3 perkara; 1). Dikatakan mengatakan (mengatakan sesuatu yang belum jelas kebenarannya), 2). Menghambur-hamburkan harta benda, 3). Banyak bertanya (yang tidak ber faidah).” (HR Ahmad, Musnad Imam Ahmad dalam Musnad Abu Hurairah, Muslim, Shahih Muslim: II/6. Lafadz Ahmad)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 أَنَا أّمُرُكْم بِخَمْسٍ أَللهُ أَمَرَنِى بِهِنَّ : بِاْلجَمَاعَةِ وَالسَّمْعِ وَ الطَّاعَةِ وَ الْهِجْرَةِ وَ اْلجِهَادِ فِى سَبِيْلِ اللهِ ، فَإِنَّهُ مَنْ خَرَجَ مِنَ اْلجَمَاعَةِ قِيْدَ شِبْرٍ فَقَدْ خَلَعَ رِبْقَةَ اْلإِسْلاَمِ مِنْ عُنُقِهِ إِلَى اَنْ يَرْجِعَ وَمَنْ دَعَا بِدَعْوَى اْلجَاهِلِيَّةِ فَهُوَ مِنْ جُثَاءِ جَهَنَّمَ، قَالُوْا يَا رَسُوْلَ اللهِ وَ اِنْ صَامَ وَصَلَّى ، قَالَ وَاِنْ صَامَ وَصَلَّى وَزَعَمَ أَنَّهُ مُسْلِمٌ فَادْعُوا اْلمُسْلِمِيْنَ بِمَا سَمَّاهُمُ اْلمُسْلِمِيْنَ اْلمُؤْمِنِيْنَ عِبَادَ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ
“Aku perintahkan kepada kamu sekalian (muslimin) lima perkara; sebagaimana Allah telah memerintahkanku dengan lima perkara itu; berjama’ah, mendengar, thaat, hijrah dan jihad fie sabilillah. Barangsiapa yang keluar dari Al Jama’ah sekedar sejengkal, maka sungguh terlepas ikatan Islam dari lehernya sampai ia kembali bertaubat. Dan barang siapa yang menyeru dengan seruan Jahiliyyah, maka ia termasuk golongan orang yang bertekuk lutut dalam Jahannam.” Para sahabat bertanya: “Ya Rasu lullah, jika ia shaum dan shalat?” Rasul bersabda: “Sekalipun ia shaum dan shalat dan mengaku dirinya seorang muslim, maka panggillah oleh orang-orang muslim itu dengan nama yang Allah telah berikan kepada mereka; “Al-Muslimin, Al Mukminin, hamba-hamba Allah ‘Azza wa jalla.” (HR.Ahmad bin Hambal dari Haris Al-Asy’ari, Musnad Ahmad:IV/202, At-Tirmidzi Sunan At-Tirmidzi Kitabul Amtsal, bab Maa Jaa’a fi matsalis Shalati wa shiyami wa shodaqoti:V/148-149 No.2263. Lafadz Ahmad)


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمُ اْلأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ اْلأَوَّلِ فَاْلأَوَّلِ أَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ
 “Dahulu Bani Israil senantiasa dipimpin oleh para Nabi, setiap mati seorang Nabi diganti oleh Nabi lainnya dan sesudahku ini tidak ada lagi seorang Nabi dan akan terangkat beberapa khalifah bahkan akan bertambah banyak. Sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, apa yang engkau perintahkan kepada kami? Beliau bersabda: ”Tepatilah bai’atmu pada yang pertama, maka untuk yang pertama dan berilah kepada mereka haknya, maka sesungguh nya Allah akan menanyakan apa yang digembala kannya.” (HR.Al-Bukhari dari Abu Hurairah, Shahih Al Bukhari dalam Kitab Bad’ul Khalqi: IV/206)


Kembali kepada persoalan Khilafah, Apakah hadist  diatas Rasulullah menubuwwatkan masalah wilayah kekuasaan,,,?  tidak,,,!? Pada hadist diatas Rasulullah menubuwwatkan fase-fase yang akan dilalui Ummat Islam sepeninggal beliau Bukan berarti Islam itu anti dengan kekuasaan,,,? “Sekuler”  Karna dengan adanya kekuasaan hukum Islam dapat ditegakkan dengan seadil-adilnya dan dengan adanya kekuasaan kaum Muslimin dapat saling melindungi dan dapat menolong kaum Muslimin lainnya yang teraniaya sebagaimana bangsa Palestina yang dijajah oleh Israel,Muslim Rohingya yang dibantai oleh Budha Miyanmar dll, Jika Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah difahami sebagai bentuk kekuasaan maka Islam dianggap seolah haus akan kekuasaan dan momok yang menakutkan bagi agama lain, Padahal Islam itu rahmatan lil alamin ruhama bainahum Islam bukan berwatak penjajah sebagaimana agama lain, Jika sebagian Ummat Islam ada yang berpendapat bahwa Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah itu wujudnya “Negara Khilafah” atau “Negara Islam” maka pendapat tersebut diambil dari dinasti Umayyah dan dinasti Abasiyyah bukan dari Khulafaur Rosyidhin Al-Mahdiyin adapun Rasulullah diberikan kekuasaan oleh Allah karna  itu merupakan kehendak Allah dan janji dari Allah bagi mereka yang bersungguh-sungguh mengerjakan amal shalih  sebagaimana yang terdapat didalam (QS An-Nur ayat 55), Adapun masalah kekuasaan itu juga merupakan kehendak Allah dan akan diberikan kepada siapa yang ia kehendaki sebagaimana (QS Ali Imran ayat 26-27)


Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوْا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي اْلأَ رْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمْ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لاَ يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمْ الْفَاسِقُونَ{النور:55}
 “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih, bahwa Dia sungguh sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sung guh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-KU dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS.An-Nur:55)


Allah Subhanahu wata ’ala berfirman;
قُلِ الَّلهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِى الْمُلْكَ مَنْ تَشَآءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَآءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَآءُ
وَتُذِ لُّ مَنْ تَشَآءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلى كَلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
تُــولِجُ الَّــيْـلَ فِــي النَّــهَا رِ وَتُــولِــجُ الــنَّهَــارَ فِــى الَّيْــلِ وَتُــخْــرِجُ الْــحَيَّ مِــنَ الْمــيِّتِ وَتُخْــرِجُ الْــمَيِّــتَ مِــنَ الْحَــىِّ
وَتَــرْزُقُ مَــنْ تَــشَــآءُ بِــغَيْــرِ حِسَـــابٍ
26. Katakanlah (Muhammad), "Wahai Tuhan pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa pun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa pun yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sungguh, Engkau Maha-Kuasa atas segala sesuatu.
27. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Dan Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau berikan rezeki kepada siapa yang Engkau kehendaki tanpa perhitungan."(QS Ali Imran 26-27)




Senin, 23 Maret 2015

Islam Non Politik !

Jama’ah Muslimin (Hizbullah) berkeyakinan bahwa islam yang di bawa oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pembawa risalah tidak ada mengandung unsur politik,karna politik  itu muaranya dari  akal dan Islam adalah mutlak Wahyu Allah dan islam Non Politik,! berikut ini kami tuturkan beberapa bukti-bukti bahwa islam Non politik :

1. Q. S. Al-Anbiya :107
 وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
Artinya : "Dan Kami tidak mengutus engkau melainkan untuk menjadi rahmat semesta alam".

2. Q.S. Saba' : 28
 وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Artinya: "Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada seluruh ummat manusia sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya".
Penjelasan ringkas: Tidak ada politik yang Rahmatan lil 'Alamin, yang universal meliputi seluruh manusia.

3. Q.S. Al-Kahfi : 29
وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا وَإِنْ يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَاءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِي الْوُجُوهَ بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَاءَتْ مُرْتَفَقًا
Artinya: "Dan katakanlah kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka barang siapa yang ingin (beriman) maka hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin kafir maka biarkanlah ia kafir. Sesungguhnya telah kami sediakan bagi orang-orang yang dholim itu neraka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih, yang menghanguskan muka; itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek".
Penjelasan ringkas: Allah tidak perlu mahluk, tetapi mahluk yang sangat memerlukan Allah, karena tidak mungkin Allah mempolitisir mahluk ciptaanya.

4. Q.S. Al-Bayyinah : 5
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
Artinya : "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) Agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikkan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus".
Penjelasan ringkas: - Tidak ada politik yang mukhlisina lahuddin. -

5. Q.S. An_Najm : 3 - 4
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى - إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى
Artinya: "Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)".
Penjelasan ringkas: Islam mutlak wahyu Allah bukan produk otak, sedang politik adalah produk otak manusia yang realtif dan rapuh.

6. Al-An'Am : 115
وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلًا لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Artinya : "Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al Qur'an, sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merubah-rubah kalimat-kalimat-Nya dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
Penjelasan ringkas: Islam tidak perlu ditambah dengan ideologi politik.-

7. Al-Am'Am : 116
وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ
Artinya : "Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)."
Penjelasan ringkas : Mayoritas dan Sikon bukan standar kebenaran bahkan merupakan ujian yang bisa menyesatkan dari jalan Allah, Sedangkan dalam politik mayoritas dan sikon senantiasa dijadikan standar dan pedoman (komando).

8. Tidak mungkin Allah Subhanahu wata'ala mempolitisir mahluk-Nya.

9. Surat-surat Rasulullah Shallalhu 'Alaihi wasallam kepada raja Mesir, Yaman, Persia dan Roma tidak satupun surat yang mengandung motivasi politik, motivasinya "Addinu Nasihat".

10. Rasulullah Shallalhu 'Alaihi wasallam ditawari menjadi raja oleh utusan Quraisy (diplomat) "Uthbah bin Rabi'ah, maka Rasul menolak tawaran tersebut; padahal menjadi raja adalah puncak karier politik. Politikus mana yang ditawari menjadi raja tidak mau?.

11. Demarkasi Islam adalah Akhlak Taqwallah bukan Phisikis territorial.

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
Artinya : "Bagi kamu agamamu, dan bagiku agamaku". (Q.S. Al-Kafirun : 6)

...وَلَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ...
Artinya : ".... Bagi kami amalan kami, dan bagi kamu amal perbuatan kamu ..... (Q.S. Al-Baqoroh : 139)

12. Bisa hidup berdampingan dengan selain muslim secara damai dalam batas-batas islam.
...وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ...
Artinya : "... Dan tolong menolonglah kamu dalam(mengerjakan) kebajikan dan Taqwa, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran..". (Q.S Al-Maidah : 2)

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wasallam hidup berdampingan bersama Abu Thalib yang bukan Muslim.
Hidup dengan tetangga, Rasul bersabda: "Tetangga itu ada tiga macam: tetangga yang mempunyai satu hak, tetangga yang mempunyai dua hak, dan tetangga yang mempunyai tiga hak. Tetangga yang mempunyai tiga hak ialah tetangga Muslim yang ada ikatan keluarga (kekerabatan) maka ia mempunyai hak tetangga, hak muslim, dan hak kekeluargaan. adapun tetangga yang mempunyai dua hak ialah tetangga yang muslim, dia mempunyai hak muslim, adapun tetangga yang mempunyai satu hak ialah tetangga yang musyrik".
Penjelasan ringkas : Dalam islam tidak ada batas teritorial atau pagar politik.

13. Q.S. Yunus : 25
وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى دَارِ السَّلَامِ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Artinya: "Allah menyuruh manusia ke dalam Daarus Salam dan menunjukkan orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus".

Daarus Salam dalam ayat ini bukan fisik negara Islam, tetapi suasana mutlak wahyu Allah. di dalam masjid Islam, di luar masjid Islam, semua aspek hidupnya adalah wahyu Allah, sebab amanahnya itu adalah ibadah kepada Allah (melakukan, melaksanakan Al-Qur'an dan Sunnah).
Dinamika dan semua arah hidup diatur dengan islam, bukan dengan politik: Dinamikanya 'Amalus Sholihat, arahnya ampunan dan ridho Allah Subhanahu wata'ala.

14. Islam wahyu Allah. Politik produk otak manusia: pencetus politik pertama ialah Plato, filusuf bangsa Yunani kuno sekitar tahun 426 SM. Politik identik dengan kekuasaan, bagaimana cara memperoleh kekuasaan, bagaimana cara memelihara bahkan sampai bagaimana cara mengembangkan kekuasaan. Nicholo Maxchiavelly berkata: "Di dalam engkau mencapai kekuasaan, gunakan segala kesempatan dengan segala cara". Artinya tidak mengenal haram atau bathil, ditempuh dengan segala cara.

Perbedaan Wahyu dan Politik
Melanjutkan pembahasan sebelumya tentang Islam Non Politik. Ada beberapa perbedaan mendasar antara Wahyu dan politik :
Wahyu : Bersumber dari Al-Qur'an dan Sunnah, bersumber langsung dari Allah Swt.
Politik : Bersumber dari otak manusia, relatif dan rapuh.
Wahyu : Pengamalan ibadah pada Allah menurut contoh Rasulullah Saw.
Politik : Menurut sikon yang berubah-ubah dan tidak menentu.
Wahyu : Sangsinya Dosa, adzab dan Neraka.
Politik : Tidak mengenal sangsi, dosa dan Haram.
Wahyu : Berbentuk Jamaah Muslimin wa Imaamahum, Rahmatan lil alamin, fitrah dan Sunnah.
Politik : Bentuk Ormas, Orpol, dan Negara Islam.
Wahyu : Tujuannya Maghfiroh dan ridho Allah.
Politik : Tujuannya Kekuasaan.
Sehingga perbedaan antara Wahyu dan Politik laksana Kholiq dengan makhluk-Nya.

Kekuasaan Allah Al-'Azizul hakim bukan kekuasaan politik, Allah adalah Maha Kuasa, Maha Pencipta, selain Allah, semua makhluk ciptaan-Nya, Allah Maha Pengatur, Maha Penentu segala perkara, tidak ada sedikitpun persamaan dengan kekuasaan politik, Subhanallahu 'Amma Ysifun.

kekuasaan politik, proses, prosedur, dinamika, bentuk dan arahnya pun tidak ada yang mencerminkan Rahmatan lil 'alamin, tidak ada yang mutlak dan abadi, bahkan sekejap dan sering berakibat pahit/tragis.
kekuasaan Allah Swt. mutlak, abadi, Maha Besar, Maha Adil, penuh dengan Rahmatan lil 'Alamin, memayungi segenap makhluk-Nya dengan indah dan sempurna.

firman Allah Swt.
هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ

Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (Q.S. Al-Hasyir : 22)

هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلَامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ
Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, yang Maha Suci, yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.(Q.S. Al-Hasyir : 23)

هُوَ اللَّهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, yang mempunyai asmaaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan bumi. dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S. Al-Hasyir : 24)

Dan Oleh karenanya kekhalifahan yang dipercayakan Allah kepada Mu'minin sebagai amanah, bukan figur politik, tetapi adalah figur wahyu.
menggembala ummat dalam mengabdi, memperibadati Allah Subhanahu wata'ala dengan contoh Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam.
Firman Allah.

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan aku. dan Barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik. (Q.S. An-Nur : 55)
Firman Allah.

قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Katakanlah: "Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.(Q.S. Ali Imraan : 26)
Penjelasan ringkas ;
Kekuasaan mutlak milik Allah diamanatkan kepada siapa yang dikehendaki sebagai amanah bukan sebagai kebanggaan. Oleh karenanya tidak perlu diperebutkan. Tidak ada satupun Nabi dan Rasul yang diutus Allah untuk merebut kekuasaan. Rasulullah Shallallahu 'alai wasallam bersabda :
 إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُونَ عَلَى الْإِمَارَةِ وَسَتَكُونُ نَدَامَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ
"Sesungguhnya kamu akan memperebutkan kekuasaan, sedang di akhirat menjadi penyesalan". (H.R. Bukhori No.6615 ).

Politik Malapetaka Bagi Muslimin
Menatap perjalanan Muslimin memikul dan menunaikkan amanat Allah "Al-Islam" yang terhampar dalam peta sejarah, terutama sejak syahidnya Sahabat 'Aly Rahiyallahu 'anhu pada 40 H, di mana Muawiyah merubah "Khilafah" sebagai fugur wahyu menjadi "Mulkan" sebagai figur politik.

Oleh karena itu, sesuai dengan firman Allah surat An-Nisa' 79 agar dievaluasi dan diintrospeksi secara total. Setelah Isalam dipolitisir Islam menjadi dakhon, talbisul haqqa bil bathil, padahal Allah melarangnya; Walaa talbisul Haqqa bil bathil, ukhuwah menjadi berantakan, berfirqoh-firqoh berkelahi satu dengan lainnya. Padahal Allah Subhanahu wata'ala menyuruh bersaudara dalam firman-Nya:
Artinya: "Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwlah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat." (Q.S. Al-Hujuraat:10)

Sepanjang sejarahnya,  sejak wafatnya Khalifah 'Aly Karmallahu Wajhah, Muslimin saling berebut kekuasaan, dinamika perjuangan dan kehidupan Muslimin laksana lingkaran Syaithan yang berkepanjangan. Al-Qur'an dan sunnah Rasul dilegitimasi untuk kepentingan politik dan ambisi pribadi. Na'udzubillahi min dzalik.

Karena itu, harus kita sadari, pahamai, dan yakini bahwa politisasi Islam adalah sumber kehancuran muslimin sampai saat ini. Persepsi bahwa berpolitik adalah bagian dari dari perjuangan Islam, karena adanya kata-kata "Syiasah". Kata-kata "syiasah" ini bukan dari Islam (Al-Qur'an dan sunnah). Kata-kata "Syiasah" lahir mulai pada masa Ma'mun bin Harun Al-Rasid tahun 198 - 218 H atau 813 - 833 M. Pada masa berdirinya Akademi Ilmu Pengetahuan pertama di dunia dengan perpustakaan yang lengkap yang bernama Darul Hikmah.

Pada masa inilah mulai dipakainya istilah "Syiasah" yang disepadani dengan istilah politik. Selanjutnyaa Syiasah ini dijadikan judul buku terjemahan "Politea" karya Plato (filisuf Yunani kuno). Dengan demikian kata-kata "Syiasah bukan dari syariat Islam. arti Syiasah dalam kitab "Al-Muu'jamul Wasith" halaman 462 "memegang kepemimpinan umat".

Demikian pula dengan "Ahlul Halli Wal Aqdi" bukan Syariat Islam. Ahlul Halli wal Aqdi adalah karya Al-Mawardi, nama lengkapnya Abu Hasan Ali bin Habib Al-Mawardi Al-Bashri yang hidup tahun 346 - 450 H atau 975 - 1059 M dalam bukunya "Al-Hakam Ash Shulthoniyah". Ahlul Halli wal Aqdi adalah institusi politik untuk Pembentukan Negara Islam. Realita yang nampak dipermukaan Negara Islam itu yang dominan adalah "Nasionalisme". Proses yang terjadi, kalau Nasionalisme tersinggung maka yang menjadi kabing hitam adalah Islam dan kaum Muslimin. Tapi kalau Islam yang tersinggung, seperti maraknya pelacuran, kriminalitas, narkoba, maka Nasionalisme cuek saja. Secara sepihak mereka menuduh Muslimin sebagai kelompok reaksioner.

Pernyataan Madinah sebagai Negara Islam dan Nabi Muhammad sebagai kepala negara islam yang ideal, itu bukan dari Allah dan Rasul-Nya, tapi dari seorang orientalis Inggris bernama Montgomery Watt.

Kalau Madinah sebagai Negara Islam, harus ada bukti-bukti yang mendukung, antara lain:
Harus Ada Arsip-arsip kenegaraan.
Harus ada batas-batas teritorial.
Pimpinannya Raja/Presiden.
Di dalam Madinah Al-Munawaroh hal-hal tersebut tidak terdapat. Nabi Muhammad Rasulullah Shallahu'alaihi wasallam bersabda yang artinya: "Aku bukan Raja".

Madinah merupakan masyarakat wahyu Allah yang dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam Bukan Negara Islam.

Tentang Ucapan Rasulullah Shallallahu 'alai wasallam "Al-Harbu Hid'atun", perang itu adalah tipu daya. Ucapan ini sama sekali bukan politik, justru menunjukkan bahwa islam itu rahmat. Di dalam pertempuran, menghindari tembakan dan membalas tembakan adalah logis. Maka kalau menyerahkan leher untuk disembelih oleh musuh itu adalah abnormal dan tidak logis.

Islam adalah mutlak wahyu Allah yang Ramatan lil 'Alamin lengkap dan sempurna. Tidak perlu ditambah dengan sistem-sistem politik. Islam di atas logika di atas Sikon dan peradaban. Sistem politik adalah karya otak. Pencetus pertamanaya adalah Plato, seorang filusuf Yunani kuno yang lahir sekitar 427 SM. Perbedaan sistem Islam dengan sistem politik, laksana perbedaan Khaliq dengan mahluknya.

Islam tatanan kehidupan dan perjuangan dari Allah Subhanahu wata'ala, yang menjelaskan dengan terang tentang Haq dan bathil, halal dan haram. Sistem politik serba relatif dan arahnya kepada Neraka Jahannam. Muatan sistem politik itu curiga, hasad, dengki, kekuasaan yang menimbulkan pertarungan antara suatu kepentingan dengan kepentingan lain. Tak pernah ada cita-cita perdamaian dapat diwujudkan dengan politik. Para pakar politik, mulai dari Prof. Dr. Miriam Budiarjo, Prof. Dr. Baren, Prof. Dr. Lazky, Prof. Dr. Max Ever, sampai John Lacke dan Montesque, sepakat bahwa Politik ialah ilmu tentang kenegaraan dan kekuasaan. Titik berat politik pada kekekuasaan. Merebut, memelihara atau mempertahankan, dan mengembangkan kekuasaan.

Fakta-faktanya, lihat peta sejarah perjuangan Muslimin memikul dan menuaikan amanat Allah (Al-Islam). Sejak Aly bin Abi Tholib Radhiyallahu "anhu syahid pada 40 H, Muawiah bin Abi Sufyan mempolitisir kekhilafahan. Dia merubah khilafah menjadi mulkan. Perubahan ini adalah perubahan sistematik yang berdampak sangat dahsyat dan luas sekali. Perubahan ini melahirkan dinasti-dinasti yang berkepanjangan. Dinasti-dinasti yang saling bertabrakan. Proses ini berjalan dan berkembang terus semakin parah. Antara Dinasti Umayyah, Dinasti Abassiyah, dan Dinasti Ustmani Turki berkelahi sesamanya memakan waktu lebih dari 1300 tahun. Tentu saja keadaan seperti ini menjadi peluang bagi orang kuffar. Mereka yang sejak lama menanti-nanti, datang menyergap Muslimin. Hasilnya, Perang Salib selama 200 tahun yang dikomando oleh Paus Urbanus II dari Clermont Perancis Selatan pada November 1905, dan muslimin kalah total.

Sekarang kita analisa, penyebab kalahnya muslimin ada tiga faktor:
Muslimin tidak konsekuen terhadap Al-Qur'an dan As-Sunnah. Al-Qur'an dan As-Sunnah dicampur dengan filsafat Yunani dan hukum Romawi.
Khilafah dirubah menjadi Mulkan. Figur wahyu dirubah menjadi figur Politik.
Perang saudara.
Laksana lepas dari mulut harimau masuk ke mulut buaya. Muslimin terjebak perangkap imperialisme berabad-abad. Masa kolonialisme barat ini, Muslimin tidak hanya diperas keringat, darah, harta benda tapi Aqidahnya dikuras dengan dicekoki kebudayaan barat setiap saat secara sistematis. Metode Pakaian, pergaulan, dan sistem di luar daya saring Iman dan Islam, Muslimin menelan mentah-mentah budaya barat ini, tentu saja termasuk sistem kepemimpinan.

Mulai bermunculan Parpol, Ormas Islam dalam tubuh muslimin. Muslimin semakin terkoyak-koyak. Ini merupakan bagian strategi barat "Devide et Impera". Nasionalisme Indonesia sendiri yang mayoritas penduduknya adalah Muslim sejak periode Multi partai, masa liberal, masa Nasakom, masa asas tunggal, masa reformasi dengan poros tengahnya yang tidak jelas bentuk dan arahnya, kehilangan nyali dan identitasnya. Muslimin semakin payah untuk bangkit. Inilah fakta-fakta malapetaka yang menimpa Muslimin akibat mempolitisir Islam. Sadarlah Muslimin...... dan Takutlah kepada Allah, kembalilah kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah secara mutlak dan menyeluruh. Inilah jalan satu-satunya yang terbaik.

Wallohu A'lam.......

Usaha Penegakkan Kembali Khilafah


Oleh Abu Wihdan Hidayatullah

Setelah wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, empat khalifah  utama yaitu Abu Bakar, Umar bin Khathab, Utsman bin Affan  dan Ali bin Abi Thalib r.a., melanjut-kan sistem kepemimpinan dan perwujudan masyarakat wahyu yang telah di awali Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam selama 23 Tahun. Karena sebagai pelanjut, tentu tidak sama konsekwensinya dengan yang mengawali, yakni Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Lagi pula keempat khalifah tersebut tidak maksum sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Masa khilafah merupakan “Golden Age” (Abad Keemasan), saat itulah syari’at atau hukum-hukum islam sepenuhnya berkembang  dan diimplementasikan (diwujudkan) secara sempurna. Mereka adalah para khalifah ideal yang membimbing umat diatas jalan yang benar dan telah menunaikan amanah mereka dengan penuh keimanan dan keikhlasan. Karena alasan inilah mereka dikenal sebagai Khulafaur Rasyidin yakni para khalifah penunjuk jalan kebenaran. Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ
Artinya : “Maka hendaklah kamu berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin al Mahdiyin” (Musnad Ahmad juz 4 hal 126 –127)

Pembenahan dan pembangunan umat di masa khulafaur rasyidin berlangsung selama 30 tahun. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam :
الْخِلاَ فَةُ فِي أُمَّتِي ثَلَاثُونَ سَنَةً ثُمَّ مُلْكٌ بَعْدَ ذَلِكَ
Artinya : “Kekhilafahan pada umatku tiga puluh tahun kemudian kerajaan setelah itu.” (HR. At Tirmidzi juz 4 hal 503 no. 2226, Kitabul Fitan, Abu Daud Kitabussunah juz 4 hal 221 no. 4646-4647)

Kejayaan dan kebahagiaan muslimin di masa awal adalah potret paling ideal sepanjang sejarah. Islam benar-benar telah menjadi cahaya dan rahmat bagi alam semesta. Karena itulah kita yakin hanya dengan berpola kepada mereka Insya Allah kejayaan dan kebahagiaan bisa kembali kita nikmati. Imam Malik r.a. berkata :
لاَ يَصْلُحُ اَمُرُ هَذِهِ اْلأُمَّةِ إِلاَ بِمَا صَلُحَ بِهِ أَوَلُّهَا
Artinya : “Tidak akan selamat atau maslahat urusan umat ini kecuali dengan apa-apa yang telah menyelamatkannya generasi awalnya”

Atas dasar inilah Islam hanya dapat ditegakkan dengan cara-cara terdahulu, yakni sunnah Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin. Tidak mungkin Islam ditegakkan dengan cara diluar Islam, baik dengan pola barat maupun pola timur.
Berbagai usaha yang diperjuangkan kaum muslimin dalam mengembalikan khilafah dengan versinya antara lain adalah :

Ikhwaanul Muslimin
Didirikan pada tahun 1928 M. di Mesir oleh Syaikh Hasan Al-Banna (1324-1368 H/1906-1949 M).  Berawal dengan sistem  usroh (keluarga) beberapa orang tokoh dan ulama Mesir yang menentang kekuasaan Rezim Gamal Abdul Nasher. Secara pesat berkembang di Mesir dan meluas ke berbagai negeri muslim lainnya, hingga ke Indonesia. Sistem perjuangan untuk menuju khilafah melalui tahapan pembinaan sebagai berikut :
a.    Pembentukan individu Islami
b.    Pembentukan keluarga Islami
c.    Pembentukan masyarakat Islami
d.    Pembentukan Negara / Pemerintahan Islami
e.    Penegakkan khilafah dengan memilih dari perwakilan tiap negara, dengan kriteria Imaamah atau Khilafah ; al-Alamah, al-Adalah, al-Kifayah

Hizbut Tahrir
Didirikan pada tahun 1953 di  Yordania oleh Syaikh Taqyuddin An Nabhani (1909-1979 M). Seiring dengan keruntuhan Turki Utsmani 1924, khilafah wajib ditegakkan kembali di tengah-tengah kaum muslimin. Maka 29 tahun kemudian Hizbut Tahrir berdiri sebagai Partai Politik Islam Internasional yang berjuang untuk mengembalikan Khilafah Islamiyah pasca runtuhnya Turki Utsmani. Khilafah baru bisa berdiri apabila ada daulah Islamiyah. Dengan demikian memiliki kekuasaan menjadi syarat mutlak tegaknya khilafah islamiyah. Apabila di suatu daerah telah menjadi dominan dan berkuasa, maka dibai’atlah seorang khalifah. Selanjutnya seluruh muslimin wajib membai’atnya. Syarat-syarat terbagi menjadi dua, yakni syarat in’iqad dan syarat afdlaliyah. Syarat in’iqad (sahnya) khalifah ada tujuh ; Muslim, laki-laki, baligh, berakal, adil, merdeka, mampu melaksanakan amanah khilafah. Syarat afdlaliyah (keutamaan) ; mujtahid, pemberani dan politikus, keturunan (Quraisy, Bany Hasyim dll).

Mujahidin
Gerakan ini diawali dengan peristiwa perang teluk di Timur Tengah tahun 1980-an, kemudian menyusul Jihad Afghanistan, Chechnya, Palestina dan lain-lain. Para tokoh gerakan ini antara lain ; Syaikh Abdullah ‘Azzam, Syaikh Usamah bin Ladin, Syaikh Ahmad Yasin dll. Prinsip-prinsipnya tentang khilafah, antara lain ;
Tidak benar, untuk jihad harus ada khilafah dulu.
Tidak ada sahabat atau ulama mu’tabar yang berkata bahwa; tidak ada jihad kecuali bersama khilafah.
Nash tentang jihad adalah qath’i, jihad akan terus berlangsung sampai hari kiamat. Sama saja keadaannya ada khalifah atau Imaam ‘Aam atau tidak adanya khalifah atau Imaam ‘Aam.
Tidak ada dalil yang shahih, yang mensyaratkan harus dengan adanya Imaam ‘Aam pada jihad thalabi (offensive), selain pada jihad difa’i (defensive)
Khilafah Islamiyah yang runtuh tahun 1924, harus ditegakkan kembali dengan melalui i’dad dan  jihad fii sabiililah.

4.  Khilafatul Muslimin
Dimaklumatkan di Lampung – Indonesia pada tahun 1997 oleh Ust. Abdul Qadir Hasan Baraja. Menurutnya, sejak runtuhnya Turki Utsmani 1924, tidak ada satupun gerakan yang menegakkan khilafah. Maka diba’iatlah Ust. Abdul Qadir Hasan Baraja sebagai Amiirul Mu’minin sementara. Kemudian menyebarkan formulir pendaftaran untuk menjadi anggota. Selanjutnya secara bertahap akan diselenggarakan musyawarah dunia dan menetapkan Khalifah yang tetap / permanen.

III.    KEMBALI KEPADA SISTEM  “KHILAFAH ‘ALA MINHAAJIN NUBUWWAH

Menjelang runtuhnya Turki Utsmani dan sesudahnya hingga tahun 1952 muslimin di berbagai dunia termasuk di Indonesia mengadakan musyawarah/konferensi untuk mengembalikan sistem khilafah. Akan tetapi semua usaha ini belum berhasil mewujudkan khilafah.
Ketidak berhasilan ini lebih banyak disebabkan karena faktor nasionalisme masing–masing pihak yang dibawa ke majelis musyawarah.
Konferensi Khilafah di berbagai negara, pra dan pasca  keruntuhan Utsmaniyyah (1924)
All India Khilafat Conference, 1919 M di India
Konferensi Islam International, 1921 M. di  Karachi  Pakistan
Dewan Khilafah, 1924 di Mekkah ( dibentuk Syarif Husein Amir)—tidak berlanjut
Kongres Kekhilafahan Islam, 1926 di Kairo
Kongres Muslim Dunia, 1926 di Mekkah
Konferensi Islam Al-Aqsha, Desember  1931 di Yerussalem
Konferensi Islam International kedua, 1949 di Karachi
Konferensi Islam International ketiga, 1951 di   Karachi
Pertemuan Puncak Islam, Agustus 1954 di Mekkah
Konferensi Muslim Dunia 1964 di Mogadishu
Konferensi Muslim Dunia 1969 di Rabat Maroko —– melahirkan OKI
Konferensi Tingkat Tinggi Islam, Pebruari 1974 di Lahore Pakistan.
Setelah mengalami perjalanan yang panjang, sampai dengan tahun 1953 muncullah tiga pertanyaan dalam pemikiran Dr. Syaikh Wali Al–Fattaah :
Mengapa kaum muslimin senantiasa gagal dalam  memperjuangkan Islam?
Mungkinkah Islam dapat ditegakkan dengan cara di  luar Islam?
Mustahil dalam Islam tidak ada sistem untuk memperjuangkan Islam?
Dari tiga pertanyaan itulah Wali Al-Fattaah terus-menerus melakukan kajian bersama para ulama saat itu, untuk mencari solusi permasalahan tersebut. Maka beliau menarik kesimpulan; bahwa Islam tidak mungkin ditegakkan dengan cara-cara diluar Islam, termasuk melalui jalur politik parlementer. Hal ini pula yang menjadi dasar beliau mengundurkan diri dari Masyumi.
Yang memilih keluar dari Masyumi ternyata tidak hanya Wali Al-Fattaah, tapi juga tokoh-tokoh lain yang kecewa dengan keberadaan Masyumi, antara lain : H. Agus Salim, Abdul Gaffar Ismail dan Al-Ustadz H.S.S. Djamaan Djamil. 1
Dari tahun ke tahun Wali Al-Fattaah mengumpulkan dalil-dalil tentang Khilafah, Jama’ah dan Imaamah. Beliau berhubungan dengan Kyai Maksum (Khadimus Sunnah), KH. Munawwar Khalil, Ust. A. Hasan dll.
Suatu hari, di  akhir tahun 1952 Wali Al-Fattaah mendapat hadiah satu paket buku dari KH. Munawwar Khalil yang berjudul “Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”.
Buku ini menambah keyakinan Wali Al-Fattaah akan penting dan wajibnya Muslimin  kembali kepada Khilafah, ‘alaa Minhaajin Nubuwwah. Setelah berkali-kali diadakan musyawarah dengan para ulama, maka terjadilah pembai’atan beberapa orang  ulama dan tokoh saat itu,  kemudian pada  hari Idul Adha tanggal 10 Dzulhijjah 1372 H/20 Agustus 1953 diumumkan pembai’atan tersebut di gedung Aducstaat (Bapenas sekarang) Jakarta.
Diantara para ulama yang membai’at awal Wali Al-Fattaah generasi awal adalah :
Kyai Muhammad Maksum (Khadimus Sunnah, ahli   hadits asal Yogyakarta- Muhammadiyah)
    Ust. Sadaman (Persis-Jakarta)
    KH. Sulaeman Masulili (Sulawesi)
    Ust. Hasyim Siregar (Tapanuli)
    Datuk Ilyas Mujaindo, dll.
Kemudian disiarkan melalui media cetak: Harian Keng Po, Pedoman dan Daulat Rakyat, serta media elektronik : melalui  Radio Australia dalam bahasa Inggris 22 Agustus 1953 oleh Zubeir Hadid dan di RRI Pusat (1956) oleh Ust. Abdullah bin Nuh dalam bahasa Arab.2 Inilah awal ditetapinya kembali Jama’ah Muslimin dan Imaamnya. 1972 mendapat tanggapan positif dan do’a  serta gelar Syaikh kepada Wali Al-Fattaah, dari Raja Feisal –Saudi Arabia
Sepeninggal Wali Al-Fattaah, 19 Nopember 1976, dibai’atlah H. Muhyiddin Hamidy sebagai Imaam yang  kedua dalam Jama’ah Muslimin (Hizbullah). Alhamdulillah dari waktu ke waktu kaum muslimin makin menyadari akan pentingnya kesatuan dan persatuan umat, sehingga secara berangsur muslimin di berbagai daerah dan negeri bergabung dalam satu wadah yang disyari’atkan Allah dan Rasul-Nya, yakni Jama’ah Muslimin dan Imaamnya. MASYAA  ALLAH
Wali Al-Fattaah menegaskan, “Kalau memang telah ada yang lebih dulu muslimin menetapi Jama’ah Muslimin dan Imaamnya, kita makmum. Kami menyadari bahwa Imaam itu tidak boleh dua, kami menyadari bahwa Jama’ah itu tidak boleh dua. Jama’ahnya harus satu dan Imaamnya pun harus satu.” Sebagaimana yang terjadi pada masa Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin Al-Mahdiyyin. (pen)

Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata : “Termasuk perkara yang tidak diragukan banyaknya kelompok di dalam masyarakat Islam termasuk perkara yang sangat diinginkan oleh syaithan dan musuh-musuh Islam dari kalangan manusia. Karena bila kaum muslimin bersepakat dan bersatu serta mengenal bahaya yang mengancam mereka dan juga mengancam aqidah mereka, maka mereka akan bersemangat membela umat dan aqidah mereka dan beramal di dalam satu shaf (barisan) demi kemaslahatan muslimin dan membentengi agama mereka, negeri-negeri serta saudara-saudara mereka dari bahaya yang mengancam. Hal yang demikian ini tentu tidak disenangi oleh musuh-musuh Islam dari kalangan manusia dan jin. Oleh karena itu musuh-musuh Islam itu bersungguh-sungguh untuk memecah belah barisan muslimin dengan mencerai-beraikan kekuatan mereka dan menebarkan sebab-sebab permusuhan di kalangan mereka. Kita memohon kepada Allah agar Ia mempersatukan kaum muslimin di atas kebenaran dan menyingkirkan dari masyarakat mereka segala fitnah dan kesesatan, sesungguhnya Dia Allah yang mengatur dan menguasainya. (Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, Al-Imaam Abdul Aziz bin Baz hal. 203-204)

Wallahu a'lam Bisshowwab