Sabtu, 04 April 2015

Soal Jawab Jama'ah, Imaamah dan Bai'at



Artikel ini menjawab seputar persoalan Jama'ah Imaamah dan Bai'at dan sebagai jawaban atas apa yang dituduhkan baik dari Salafy,Hizbut Tahrir dsb kepada Jama'ah Muslimin (Hizbullah)

Oleh: Muhadjir Al Murtaqy
Disalin dan dipublikasikan oleh: Agus Zainal Asikin

Bismillahirrohmannirrohim

َنْ أَبِي سَعِيْد الْخُدْرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ [رواه مسلم]

Dari Abu Sa’id Al Khudri radiallahuanhu berkata : Saya mendengar Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : "Siapa yang melihat kemunkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman".(H R Muslim,dari Abu Sa’id Al Khudri)


1.SEKITAR JAMA’AH MUSLIMIN WA IMAAMAHUM

1. Soal: 1

Apakah yang dimaksud Al-Jama’ah?
(TP)

Jawab:

1.1.1. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Al-Jama’ah ialah:
مَا أَنَا عَلَيْهِ الْيَوْمَ وَأَصْحَابِي
"Yakni: apa yang hari ini, aku dan sahabatku berada di atasnya".

1.1.2. Shahabat Ali bin Abi Thalib, berkata:
اَلسُّنَّةُ وَاللهِ سُنَّةُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاْلبِدْعَةُ مَا فَارَقَهَا وَ اَلْجَمَاعَةُ وَاللهِ مُجَامَعَةُ أَهْلِ اْلحَقِّ وَإِنْ قَلُّوْا وَ اْلفُرْقَةُ مُجَامَعَةُ أَهْلِ اْلبَاطِلِ وَاِنْ كَثَرُوْا
“Demi Allah, sunnah itu adalah sunnah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bid’ah itu adalah apa-apa yang memperselisihinya. Dan demi Allah, Al-Jama’ah itu adalah berkumpulnya ahlul haq sekalipun mereka sedikit dan Firqoh itu adalah berkumpulnya ahlul bathil sekalipun mereka banyak.” (Hamisy Musnad Imam Ahmad bin Hambal: I/109)

1.1.3. Shahabat Qatadah ra berkata:

Dari Qatadah berkata, yang dimaksud dengan ayat: (Orang yang mendapat rahmat Allah). (Al-Qur’an surat Hud: 119), Adalah mereka yang (mau) berjama’ah meskipun tempat tinggal dan secarafisik badaniyyah mereka berpisah-pisah. Adapun orang yang ahlu mashiyat kepada-Nya adalah mereka yang berpecah-belah meskipun tempat tinggal dan secara fisik badaniyyah mereka berkumpul. (Tafsir Ibnu Abu Hatim, Al Ashiil: 6/2094. Tafsir Ibnu Katsiir: 4/362).

Adapun perintah menetapi Al-jama’ah antara lain adalah sebagai berikut, Rasulullah shalallahu ‘alai wasallam bersabda:

“Wajib bagimu berjama’ah dan hindarilah bergolong-golongan/menyendiri.Karna sesungguhnya syaithan itu beserta orang yang menyendiri, dan dia beserta  dua orang itu jauh. Barang siapa yang menghendaki bertempat di tengah-tengah Jannah, maka hendaklah ia menetapi Al-Jama’ah”.
(Al Wajiiz: 1/36. HR At Tirmidzy Kitabul Fitan, Bab Maa jaaa-a Fii Lujuumul Ja-maa’ah nomor 2166. Ahmad: 114 dan 177 dan Al Hakim: 1/77-78).


Dari Abu Umamah berkata, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Aku wasihyatkan kepada Khalifah sesudahku dengan taqwa kepada Allah dan (aku washiyatkan kepadanya agar tetap berpegang teguh) dengan Jama’ah Muslimin (aku washiyatkan pula) agar menghormati kepada orang (yang lebih) tua diantara mereka, dan agar kasih sayang kepada yang kecil diantara mereka, agar menghormati para alimnya. Tidak boleh memukul mereka  sehingga menghinakan mereka. Dan tidak boleh berbuat bengis pada mereka sehingga dia mengkufuri mereka, dan tidak boleh mengunci pintu rumahnya (buat melayani) kebutuhan mereka, sehingga yang kuat memakan yang lemah diantara mereka”.
(Hadits Shahih riwayat Al baihaqy dari Abu Umamah/ Ja-mi’ush Shagir jilid; 1 halaman 111. Al I’tiqood li AlBaihaqy: 1/241. Sunan Al Kub-roo Al Baihaqy: 8/279).


كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنِ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ وَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ نَعَمْ وَفِيهِ دَخَنٌ قُلْتُ وَمَا دَخَنُهُ قَالَ قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ قُلْتُ فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوْهُ فِيهَا قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا قَالَ هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِي إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلاَ إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ .

Artinya: Imam Muslim berkata:”Muhammad bin Al Mutsanna telah menyampaikan berita kepadaku, (katanya); Al Walid Ibnu Muslim telah menyampaikan berita kepadaku, (katanya); ‘Abdurrahman bin Yazid bin Jabir telah menyampaikan berita kepada kami, (katanya); Busr bin ‘Abdullah Al Hadiramy telah menyampaikan berita kepadaku, bahwa dia telah mendengar Abu Idris Al Khaulany berkata; Aku mendengar Hudzaifah Ibnul Yaman berkata;
“Adalah orang-orang (para sahabat) bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kebaikan dan adalah saya bertanya kepada Rasulullah tentang kejahatan, khawatir kejahatan itu menimpa diriku, maka saya bertanya: “Ya Rasulullah, sesungguhnya kami dahulu berada di dalam Jahiliyah dan kejahatan, maka Allah mendatangkan kepada kami dengan kebaikan ini (Islam). Apakah sesudah kebaikan ini timbul kejahatan? Rasulullah menjawab: “Benar!” Saya bertanya: Apakah sesudah kejahatan itu datang kebaikan? Rasulullah menjawab: “Benar, tetapi di dalamnya ada kekeruhan (dakhon).” Saya bertanya: “Apakah kekeruhannya itu?” Rasulullah menjawab: “Yaitu orang-orang yang mengambil petunjuk bukan dengan petunjukku. (dalam riwayat Muslim) “Kaum yang berperilaku bukan dari Sunnahku dan orang-orang yang mengambil petunjuk bukan dengan petunjukku, engkau ketahui dari mereka itu dan engkau ingkari.” Aku bertanya: “Apakah sesudah kebaikan itu akan ada lagi keburukan?” Rasulullah menjawab: “Ya, yaitu adanya penyeru-penyeru yang mengajak ke pintu-pintu Jahannam. Barangsiapa mengikuti ajakan mereka, maka mereka melemparkannya ke dalam Jahannam itu.” Aku bertanya: “Ya Rasu lullah, tunjukkanlah sifat-sifat mereka itu kepada kami.” Rasululah menjawab: “Mereka itu dari kulit-kulit kita dan berbicara menurut lidah-lidah (bahasa) kita.” Aku bertanya: “Apakah yang eng kau perintahkan kepadaku jika aku menjumpai keadaan yang demikian?” Rasulullah bersabda: “Tetaplah engkau pada Jama’ah Muslimin dan Imaam mereka !” Aku bertanya: “Jika tidak ada bagi mereka Jama’ah dan Imaam?” Rasulullah bersabda: “Hendaklah engkau keluar menjauhi firqoh-firqoh itu semuanya, walaupun engkau sam pai menggigit akar kayu hingga kematian menjum paimu, engkau tetap demikian.” (HR.Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari dalam Kitabul Fitan: IX/65, Muslim, Shahih Muslim: II/134-135 dan Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah:II/475. Lafadz Al-Bukhari).


Dalil dalil diatas menunjukan
bahwa;

-Yang dimaksud Al-Jama’ah di mana kita wajib untuk menetapinya adalah; Jama’ah Muslimin inilah yang dimaksud tertentu pada kalimat; ‘(AL)

-Wajibnya menetapi Jama’ah Muslimin dan Imam mereka (bila telah ada Jama’ah/Imamah).

-Bila tidak ada Jama’ah dan Imamah,maka wajib memisahkan diri dari pada melibatkan diri dalam perpecahan.

-Berdasarkan dalil dalil diatas, maka dapat disimpulkan bahwa: yang dimaksud Al-Jama’ah, Jama’ah Muslimin. Dan Jama’ah Muslimin adalah: “Berikut kemasyarakatan  Islam berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang dicontohkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan Khulafaaur Rasyidiin Al Mahdiyyiin yang dipimpin oleh seorang Imamul Muslimin,Khalifah atas Amirul Mu’minin dalam suatu masa (Non Politik)

-Beri’tizal hanya diperbolehkan bila tidak ada Jama’ah dan Imamah.

-Kalau Jama’ah Imamah sudah ditetapi, tidak boleh lagi i’tizal,tidak boleh menyendiri,hidup tanpa Imam.

1. Soal: 2.

Lalu bagaimana dengan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah? (TP)

Jawab:

Yang kami ketahui, istiqomah Ahlus Sunnah muncul dalam kitab tafsir Ibnu Katsir, dalam menafsirkan surah Ar Rum;23. (IK;IV:33).3). Saya belum menemukan bahwa itu dari lisanRasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun yang dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam,adalah:Al-Jama’ah (tanpa menyebut:Ahlus Sunnah), Kami sangat bersyukur kalau ada ikhwan yang menemukannya bahwa itu dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.

1. Soal: 3.

Apakah perbedaan antara Jama’ah Muslimin dengan organisasi-organisasi? (TP)

Jawab:


Kalau yang anda maksud organisasi bikinan manusia,baik yang bersifat kemasyarakatan maupun politik dan yang bukan politik,selainpun kalau itu pikiran manusia,jelas berbeda dengan Al-Jama’ah,sebab Al-Jama’ah adalah system kemasyarakatan Islam yang telah Allah sediakan,keberadaannya adalah atas perintah Allah, menetapinya wajib,keluar dari padanya mendapat dosa/ancaman. Sementara organisasi-organisasi yang anda maksud adalah bikinan manusia, dan tidak terbatas jumlahnya.

1. Soal: 4.

Kenapa Umat Islam harus berjama’ah? (TP)

Jawab:

Secara naqly,jelas karena Allah memerintahkan berjama’ah. Banyak dalilnya baik dari Al-Qur’an,Al Hadits maupun atsar antara surat Ali ‘Imran ayat; 103,surat An Nisa ayat; 59, hadits dari Huzdaifah riwayat Bukhary,Muslim,dalam kitabul Fitan,tentang perintah iltizam dalam Al-Jama’ah dll.

Secara aqlipun dapat diterima, sebab antara lain.

-Bahwa persoalan-persoalan Muslimin tidak bisa diselesaikan dengan sendirian,perlu ditangani secara bersama-sama, secara terpadu,cara berjama’ah.

-Ketiadaannya pemimpin bagi Muslimin mengakibatkan Muslimin laksana ayam kehilangan induknya, tidak ada tempat bernaung.

-Musuh-musuh Islam senantiasa ada dan terus menghadang kita. Tanpa Imaamah/Khilafah nonses kita bisa mengalahkannya.

-Bila Muslimin tetap dalam keadaan terpecah belah,maka semakin banyak timbulnya fitnah dan kerusakan yang besar.

-Dan yang lebih penting lagi bahwa fitrah manusia itu hidup berjama’ah,sebagaiman fitrahnya ikan itu berada didalam air,fitrahnya Muslimin didalam  Jama’ah. Sedangkan yang menyalahi fitrah,pasti binasa.

1.Soal: 5.

Adakah dalilnya Muslimin wajib berjama’ah? (TP)

Jawab:

Banyak.Antara lain baca surat Ali Imran; 103. Hadits Hudzaifahpun riwayat Bukhary,Muslim,Bab Fitan,dll.

1.Soal: 6.

Dari sekian Jama’ah-Jama’ah yang ada,lalu Jama’ah mana yang benar? (TP)


Jawab:

Kalau anda baca seksama,cukup dengan hadits Hudzaifah sebagai jawabannya sebagaimana pada soal nomor; 1.

1. Soal: 7.

Apakah perbedaan ‘menetapi’ dan ‘mendirikan’

Jawab:

Kalau mendirikan itu belum ada, tapi kalau menetapi hampir sama dengan menempati,artinya ibarat rumah itu sudah ada,tinggal menempati saja tidak perlu membuat atau mendirikan,Misalnya; peraturan lalu lintas menyatakan: suatu kendaraan harus ‘tetap’ ada jalurnya masing-masing bisakah dikatakan; ‘suatu kendaraan harus ‘berdiri’ dijalurnya masing-masing. Tentu tidak bisa dikatakan,misalnya,dengan kalimat; ‘tetap’ berdiri’ dirumah masing-masing. Menempati rumah, tidak sama dengan meendirikan rumah,ataupun tidak; ‘berdiri’ didalam rumah. Sama halnya menepati Al-Jama’ah,tidak sama dengan mendirikan Al-Jama’ah.

1. Soal: 8.

Apakah ditetapkannya kembali Al-Jama’ah atau Jama’ah Muslimin sudah disah kan oleh alim ulama  atau tokoh-tokoh lainnya? (TP)

Jawab:

Ketika anda menemukan dalil wajibnya sholat berjama’ah,kemudian anda melaksanakan sholat berjama’ah. Apakah sebelumnya,anda menunggu legalitas dulu dari seseorang, atau alim ulama dan tokoh masyarakat baru anda melaksanakan sholat berjama’ah tersebut?

Atau contoh lagi; ketika seorang Muslimat yang sudah syahadat,sholat,sudah shaum,sudah zakat bahkan sudah haji, tapi belum berjilbab. Kemudian setelah menemukan  dalil bahwa berjilbab itu wajib, kemudian dia itu bermaksud segera mengenakannya. Apakah sebelum mengenakan jilbab itu harus menunggu dulu pengesahan dari seseorang bahkan minta persetujuan kepada ‘ulama dan tokoh masyarakat? Jadi, masalah ibadah tidak membutuhkan legalitas seseorang.

1. Soal: 9.

Benarkah Jama’ah Muslimin pecahan dari Islam Jama’ah? (TP)

Jawab:

Pertanyaan ini sama dengan pertanyaan (umpamanya); benarkah manusia pecahan dari monyet?. Bagaimana jawaban anda?

Masalahnya bukan pecah atau tidak pecah.Justru Bapak H. Nurhasan Ubaidahlah sebagai pimpinan Islam Jama’ah yang pernah berbai’at sampai dua kali kepada Bapak Wali Al Fattah,setelah dinasehati berulang kali,beliau tidak mau kembali bahkan mendirikan Islam Jama’ah. Beliaulah yang justru belajar dalil-dalil Jama’ah/Imamah, dari Wali Al Fattah. Ini sebagai persaksian sejarah.

Sekali lagi Al-Jama’ah atau Jama’ah Muslimin, Al Khilaafah atau Khilaafah ‘Alaa Minhajin Nubuwwah adalah system kemasyarakatan Islam yang telah Allah sediakan bagi yang mengimani dan mau mengamalkannya. Adapun yang karena satu dan lain hal tidak atau belum mau, kitapun tidak memaksanya.

1. Soal: 10.

Sejak kapan Jama’ah Muslimin ditetapi kembali?

Jawab:

Untuk menjawab pertanyaan ini tidak sulit.Cukup dua tiga kata.

Yang penting bagi anda,adakah sesuatu bagi yang masih meragukan? Silahkan baca buku Khilaafah ‘Alaa Minhajin Nubuwwah,atau hubungi kami,mudah-mudahan dengan idzin Allah  kami dapat membantu.

1. Soal: 11.

Bagaimana caranya agar saya bisa menetapi  Jama’ah Muslimin?

Jawab:

Berbai’at karena Allah,kepada-Nya,lewat Imamul Muslimin atau lewat yang diamanatinya.

1. Soal: 12.

Jama’ah tidak boleh dua,Mengapa  Jama’ah-Jama’ah yang lainnya tidak diperangi?

Jawab:

Jama’ah-Jama’ah yang lain itu seperti apa yang anda maksudkan? Selanjutnya lihat pertanyaan nomor; 3.

1. Soal: 13.

Apakah Jama’ah Muslimin ini sudah dimusyawarahkan oleh Ahlul Halli Wal ‘Aqdi? (TP)

Jawab:

Siapakah yang anda maksud Ahlul Halli Wal ‘Aqdi dan siapa bilang belum dimusyawarahkan?

Silahkan baca buku Khilaafah ‘Alaa Minhajin Nubuwwah.

1. Soal: 14.

Ada yang mengatakan Jama’ah itu Haq. Tapi bukan Jama’ah kamu yang dimaksud. Bagaimana komentar anda.

Jawab:

Benar. Bukan Jama’ah kami. Sebab kami tidak punya Al-Jama’ah atau Jama’ah Muslimin. Al-Jama’ah ini milik Allah Subhanallahu Wa Ta’ala,dan menetapinya adalah wajib bagi setiap Muslim,termasuk bagi yang bertanya. Kalau dia seorang Muslim.

Kalau kami melaksanakan sholat, apakah sholat itu milik kami? Kami melaksanakan karena Allah memerintahkan.

1. Soal: 15.

Ada yang mengatakan, Jama’ah ini Haq,tapi belum waktunya. (AR/ALF).
Bagaiman komentar anda?.

Jawab:

Selengkapnya,lihat  jawaban nomor; 1. Dan siapa yang berani menolak terbitnya ‘matahari’ dengan alasan belum waktunya?

1. Soal: 16.

Ada yang bertanya: “Apakah dengan adanya Jama’ah Muslimin itu tidak menambah adanya firqoh baru?

Jawab:

Al-Jama’ah atau Jama’ah Muslimin atau Khilafaah ‘Alaa Minhajin Nubuwwah,adalah sebuah system kemasyarakatan Islam yang sudah disiapkan oleh Allah, bersamaan dengan adanya Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan contoh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam,dan khulafaur Rasyidiin Al Mahdiyyiin. Selama masih ada Al-Qur’an dan As-Sunnah,selama itu pula Al-Jama’ah hadir. Apakah tidak sebaliknya?, justru yang membuat system-system dengan rekayasa sendiri,itulah yang menambah atau membuat firqoh?

Sebenarnya pertanyaan ini akan terjawab dengan sendirinya apabila anda pahami dengan seksama tentang apa itu Al-Jama’ah dan apa itu Firqoh? (lihat jawaban nomor;1).

1. Soal: 17.

Ada yang mengatakan bahwa Jama’ah ini tidaklah sah karena belum punya kekuatan (AR;9) komentar anda?

Jawab:

Kekuatan apa yang dimaksud? Apa ketika umat Islam baru tiga orang, yakni (Rasulullah,Khadijah dan Sahabat ‘Aly) menjadi belum sahnya Jama’ah atau menjadi belum sahnya Muhammad sebagai Nabi dan Rasul lantaran pengikutnya baru tiga orang? Berapa jumlah Jama’ah itu dikatakan Jama’ah? Dan siapakah yang mengatasi itu semua.Bukankah tiga orang itu sudah wajib adanya seorang Amir? Apakah kalau tiga orang didalam masjid melaksanakan shalat berjama’ah tidak juga diharuskan shalat berjama’ah. Adakah kriteria yang lebih baik dari pada yang telah ada di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah?

Dalilnya surat Al Fath ayat;29 disebutkan telah tumbuh dan berkembang Muslimin dengan cara wajar laksana pohon,’seperti tangkai yang mengeluarkan tunasnya,maka tunas menjadi tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah ia lalu tegak lurus diatas pokoknya’ (al ayat). Apakah pohon kelapa belum dikatakan pohon kelapa lantaran belum bisa dipanjat?

1. Soal: 18.

Ada yang mengatakan: Dengan mendirikan Jama’ah Muslimin berarti memisahkan diri dari pemerintahan yang sah. Mana ada perintah untuk memisahkan diri dari pemerintahan yang sah (AR).komentar anda?

Jawab:

Al-Jama’ah atau Jama’ah Muslimin adalah sebuah system kemasyarakatan Islam,milik Allah,perintah menetapinya adalah dari Allah dan Rasul-Nya,kepada setiap Muslim,termasuk yang bertanya,bila dia seorang muslim. Kami tidak mendirikan,tetapi Menetapi kembali Jama’ah Muslimin, menetapi kembali Jama’ah Muslimin adalah wajib bagi setiap Muslim. Kalau seorang Muslim melaksanakan kewajiban lalu dianggap memisahkan diri dari pemerintahan yang sah, lantas pertanyaannya adalah: pemerintahan seperti apa dan sah menurut siapa? Dan apakah seseorang yang melakukan kewajiban seperti halnya sholat,shaum,zakat dll. Lantas diartikan memisahkan diri dari pemerintahan yang sah? Bukankah menetapi Al-Jama’ah juga perintah agama, yang dijamin kebebasannya menurut undang-undang?

1. Soal:19.

Ada yang mengatakan: Mengurus Muslimin daerah Cileungsi saja, dimana disitu ada markas Jama’ah Muslimin,tidak mampu,kok mau ngurus dunia?
(AR) komentar anda?

Jawab:

Ketika mula-mula Rasulullah diutus menjadi Rasul,tidak serta merta beliau memberantas berhala,bahkan ketika ‘Amr bin Yasir ditawan dan dianiaya oleh orang kafir,Rasulullah hanya mengatakan: “Shabarlah wahai ‘Amr,dst”

Apakah dengan demikian beliau batal sebagai Nabi dan Rasul.Apakah pohon kurma yang baru ditanam dan belum berbuah tidak dapat dikatakan sebagi pohon lantaran belum berbuah?

1. Soal: 20.

Ada yang mengatakan: Yang dimaksud hadits; “Talzamu Jama’atal Muslimina wa Imaamahum” dst adalah bahwa;’kaum Muslimin harus tetap istiqomah dengan penguasa yang sah sekalipun pemimpin itu berbuat dzalim dan tidak menjalankan sunnah Rasulullah, dan dilarang menentang memisahkan diri dari mayoritas Muslimin dalam suatu negeri (AR;6,point:11) .komentar anda?


Jawab:

Kalaun kita perhatikan secara seksama,Hadits Hudzaifah Ibnul Yaman: “Talzamu Jama’atal Muslimina Wa Imamahum” adalah perintah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam kepada Hudzaifah Ibnul Yaman apabila dia mengalami situasi yang demikian (yakni adanya penyeru-penyeru kearah pintu Jahannam dengan segala sifat-sifatnya), Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan “Talzamu Jama’atal Muslimina Wa Imamahum”, atau tetap dalam satu Jama’ah Muslimin dan satu Imaam mereka. Maksudnya,seandainya Hudzaifah Ibnul Yaman masih hidup dalam situasi itu, maka dia diperintahkan untuk tetap dalam Jama’ah Muslimin,oleh karena itu menggunakan kalimat ‘Talzamu’. (Huruf Mudhoro’ah ta’ menunjukan ‘kau’.Maknanya ; kau tetap/jangan bergeser dari Jama’ah Muslimin dan Imaam Mereka). Dalam bahasa banyumasnya: ‘koe nang kono bae. Aja lunga-lunga sekarang Jamangah Muslimin. Adapun bagi yang masih diluar Jama’ah, sudah terkandung didalam sabdanya: “Alaikum bil jama’ah  wa iyyakum wal Furqon” , Wajib bagimu berjama’ah, dan haindarilah berpartai-partai. “Man arooda buhbuuhatal jannah fal yalzamil jama’ah”. “Barang siapa ingin masuk kedalam surga,maka hendaklah menetapi Jama’ah. Dalam Hadits Ibnu Majah bahwa memakai fi’il Amr’ilzam’ ‘tetapilah’

Jadi iltizam dalam Jama’ah, tidak boleh bergeser, bagi yang belum berjama’ah ,wajib menetapinya. Jama’ah tidak didirikan,tetapi ditetapi kembali,sesuai dengan bunyi hadits.tidak ada manusia yang berhak membuat Jama’ah,sehingga ada versi ini versi itu atau produk ini atau produk itu.

Jama’ah adalah  milik Allah syari’at Islam dari Allah, bukan milik Wali Al Fattah,bukan bikinan Muhyiddin Hamidy maupun Yaksyallah Mansur, Apalagi bikinan/suruhan Soekarno untuk menandingi/menyaingi SM Kartosuwiryo dengan Negara Islam Indonesia yang dibentuknya, Sebagaimana dituduhkan oleh sementara orang. Setiap Muslim wajib berjama’ah, termasuk yang bertanya dan yang membaca,Jika seorang Muslim.

Sedang yang namanya berjama’ah itu wajib adanya Imam.Dan baru dikatakan dia mempunyai Imam kalau dia telah membai’atnya. Mengenai siapa Imamnya,selama memenuhi syarat dan perintahnya tidak bertentangan dengan  Allah dan Rasul-Nya, Selama dia masih menegakkan sholat,siapapun orangnya bisa menjadi Imam,atas idzin Allah,Bahwa setelah hapusnya masa Mulkan, Kemudian Wali Al Fattah dibai’at jadi Imamul Muslimin yang pertama,kemudian setelah beliau wafat dibai’atlah bapak H.M.Muhyiddin Hamidy sebagai Imamul Muslimin yang kedua, Dan setelah beliau wafat maka dibai’atlah K.H Yaksyallah Mansur MA sebagai Imamul Muslimin yang ketiga atas idzin takdir dan kehendak Allah semata.

Kalau “Talzamu Jama’atal Muslimina Wa Imamahum” diartikan perintah Istiqomah dalam Jama’ah bersama mayoritas kaum Muslimin dan penguasanya di suatu negreri’. Bagaiman dengan Muslimin yang negerinya dipimpin oleh orang kafir? Sementara mengangkat pemimpin kafir itu dilarang? Dan kalau Jama’ah Muslimin diartikan mayoritas kaum Muslimin di dalam suatu negeri,dengan masing-masing negeri mempunyai seorang Imam, maka akan timbul Jama’ah Jama’ah, sejumlah negeri itu,padahal didunia wajib adanya satu Jama’ah Muslimin,bukan Jama’ah Muslimin-Jama’ah Muslimin.

Untuk lebih jelasnya,bunyi hadits yang dia maksud, Insya Allah sebagai berikut

كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنِ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ وَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ نَعَمْ وَفِيهِ دَخَنٌ قُلْتُ وَمَا دَخَنُهُ قَالَ قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ قُلْتُ فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوْهُ فِيهَا قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا قَالَ هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِي إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلاَ إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ .

Dari Hudzaifah Ibnul Yaman – semoga Allah meridhoinya- (katanya); Aku berkata
“Ya Rasulullah, sesungguhnya kami dahulu berada di dalam Jahiliyah dan kejahatan, maka Allah mendatangkan kepada kami dengan kebaikan ini (Islam). Apakah sesudah kebaikan ini timbul kejahatan? Rasulullah menjawab: “Benar!” Saya bertanya: Apakah sesudah kejahatan itu datang kebaikan? Rasulullah menjawab: “Benar, tetapi di dalamnya ada kekeruhan (dakhon).” Saya bertanya: “Apakah kekeruhannya itu?” Rasulullah menjawab: “Yaitu orang-orang yang mengambil petunjuk bukan dengan petunjukku. (dalam riwayat Muslim) “Kaum yang berperilaku bukan dari Sunnahku dan orang-orang yang mengambil petunjuk bukan dengan petunjukku, engkau ketahui dari mereka itu dan engkau ingkari.” Aku bertanya: “Apakah sesudah kebaikan itu akan ada lagi keburukan?” Rasulullah menjawab: “Ya, yaitu adanya penyeru-penyeru yang mengajak ke pintu-pintu Jahannam. Barangsiapa mengikuti ajakan mereka, maka mereka melemparkannya ke dalam Jahannam itu.” Aku bertanya: “Ya Rasu lullah, tunjukkanlah sifat-sifat mereka itu kepada kami.” Rasululah menjawab: “Mereka itu dari kulit-kulit kita dan berbicara menurut lidah-lidah (bahasa) kita.” Aku bertanya: “Apakah yang eng kau perintahkan kepadaku jika aku menjumpai keadaan yang demikian?” Rasulullah bersabda: “Tetaplah engkau pada Jama’ah Muslimin dan Imaam mereka !” Aku bertanya: “Jika tidak ada bagi mereka Jama’ah dan Imaam?” Rasulullah bersabda: “Hendaklah engkau keluar menjauhi firqoh-firqoh itu semuanya, walaupun engkau sam pai menggigit akar kayu hingga kematian menjum paimu, engkau tetap demikian.” (HR.Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari dalam Kitabul Fitan: IX/65, Muslim, Shahih Muslim: II/134-135 dan Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah:II/475. Lafadz Al-Bukhari).

Keterangan:
Dhomir; ‘Hum’ pada kalimat: “Talzamu Jama’atal Muslimina Wa Imamahum” adalah kembali kepada Muslimin. Jadi kalau kita jabarkan secara agak panjang: engkau tetap dalam Jama’ah Muslimin dan Imam Mereka,yakni Imaamul Muslimin. Dan disana disebutkan Imaamahum,yang menunjukkan –satu Imam,bukan Immatahum,Imam Imam mereka atau banyak Imam.

Dengan demikian,kalau perintah itu dimaksudkan: supaya Istiqomah dengan mayoritas kaum Muslimin disuatu negeri,berarti akan banyak Imam,bukan satu Imam.lagi pula,keberadaan Al-Jama’ah ini tidak dibatasi oleh suatu negeri tertentu.Imam hanya satu dan dimana saja ada Muslim yang telah beriltizam, dalam Al-Jama’ah berarti dia termasuk Jama’atul Muslimin. kalau iltizam diartikan seperti yang dia maksud, bagaimana dengan Muslim yang presidennya atau kepala negaranya non Muslim?.

Dan yang dimaksud ‘Amir’ pada hadits itu adalah Amirul Mu’minin,sesuai dengan maksud firman Allah dalam surat An-Nisa: 59, kahs Diinul Islam,bukan dipahami secara politis.

Jadi,meskipun Imam kita dzalim,bahkan merampas harta kita,selama masih menegakkan sholat,maka dengar dan ta’atilah beliau, selama perintahnya haq. Kecuali bila perintahnya menyalahi Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka tidak wajib mendengar dan tidak wajib ta’at. Adapun soal kedzaliman  (nau’udzubillah), maka kewajiban kita untuk menasehatinya. Dan diterima Alhamdulillah,tidak diterima,urusannya ditangan Allah.Selesai.

1. Soal: 21.

Ada yang mengatakan: “Silahkan anda dakwah Jama’ah sesuai keyakinan anda.tetapi jangan menggunakan istilah ‘Imamul Muslimin’. Sebab saya tidak merasa punya Imam seperti yang anda yakini. Apa komentar anda?

Jawab:

Soal dia belum mau berbai’at kepada Imamul Muslimin sehingga tidak merasa punya Imam,itu diluar kemampuan kami. Kami hanya mengajak dan mendakwahkannya. Bila berkenan dan menerimannya,Alhamdulillah,bila tidak,masyaa Allah.Dan kami tidak berani merobah istilah istilah Dien yang Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan. Syari’at Islam itu untuk didakwahkan untuk diamalkan.Bukan untuk disetujui atau tidak disetujui.


2. SEKITAR KHILAFAH ‘ALAA MINHAJIN NUBUWWAH

2. Soal: 22.


Ada yang mengatakan; “masa sekarang masih masa mulkan,dengan alasan bahwa: “Umat Islam sekarang ini (masih) dibawah kekuasaan Mulkan Jabariyyah yaitu penguasa (Raja,Kepala Negara,Menteri). Yang sombong,yakni mereka tidak menggunakan hukum Allah yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah (kecuali beberapa penguasa/raja saja) sebagai dasar kepemimpinannya’. Katanya.(AR:3/4). Kenapa Wali Al Fattah berani mendirikan Khilafah (AR:3point;4). Jawab anda?

Jawab:

Masalahnya bukan berani atau tidak berani. Masalahnya adalah mengamalkan pereintah Allah dan Rasul-Nya yang wajib dilaksanakan bagi setiap Muslim,bukan hanya kewajiban Wali Al Fattah, tapi kewajiban bagi setiap Muslim,termasuk anda yang bertanya, jika anda seorang muslim. Dan Wali Al Fattah tidak mendirikan,sebab syari’at Khilafah sudah ada. Beliau hanya menetapkannya kembali, dan dengan idzin Allah dibai’at sebagai Imam. Dengan terbukti telah ditetapinya Jama’ah Muslimin Wa Imamahum atau Khilafah ‘Alaa Minhajin Nubuwwah, dan sesuai dengan kenyataan sejarah,bahwa masa sekarang adalah sudah waktunya ditetapinya Jama’ah Muslimin Wa Imamahum atau Khilafah ‘Alaa Minhajin Nubuwwah.

Bahwa kepemimpinan Muslimin yang bersifat Central,walaupun dalam bentuk Mulkan sudah tidak ada lagi,sesudah jatuhnya pemerintahan Turki Utsmani. Adapun yang disebut terakhir itu yakni adanya penguasa (Raja,kepala Negara,Menteri), yang sombong,yakni mereka tidak menggunakan hukum Allah,yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah (kecuali beberapa penguasa/raja saja) sebagai dasar kepemimpinannya’. Katanya, maka hal itu diluar konteks hadits Nu’man,sebab hal itu merupakan sisa-sisa Mulkan dan firqoh-firqoh yang tidak akan pernah habis sampai hari kiamat. Jadi kalau menegakkan Khilafah, menunggu habisnya negara-negara dengan segala systemnya itu hancur,sama saja dengan tidak akan pernah tegak itu Khilafah. Dan kalau demikian Yahudilah (dan konco-konconya) yang bersorak-sorak.

2. Soal: 23.

Kenapa berani beraninya mendirikan Khilafah padahal belum mampu?

Jawab:

Sekali lagi Wali Al Fattah dan lain-lain tidak mendirikan,tapi menetapi. Masalah bukan berani atau tidak berani. Maslahnya kami mengamalkan perintah Allah berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai kemampuan.Kekuasaan adalah milik Allah yang diberikan kepada siapa saja yang dia kehendaki-Nya. Kewajiban menegakkan Khilafah tidak bisa ditunda, walaupun tiga orang,wajib punya pimpinan/amir. Apalagi dengan idzin Allah,sudah waktunya ditegakkan.

Dalil

لاَ يَحـِلُّ لـِثَلاَثـَةِ يَكـُوْنـُوْنَ بـِفـَلاَةِ مـِنْ فـَلاَةِ اْلاَرْضِ إِلاَّ اَنْ يـُؤَمـِّرَ عـَلـَيْهـِمْ اَحَـدَهُـمْ {رواه أحمد}.
Tidak halal bagi tiga orang yang berada di permukaan bumi kecuali mengangkat salah seorang diantara mereka menjadi pimpinan” (HR.Ahmad).

Dari Abdullah bin ‘Amr,berkata; “ Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda-Pada haditsnya yang panjang-: “Tidak halal bagi tiga orang yang berada disuatu gurun pasir dari bumi,melainkan mereka itu harus menetapkan seseorang dari mereka untuk jadi amir”. (Aqidah Ahlus Sunnah Fii Ash Shahaabah, Nashir bin Ali:2/511. H.R Ahmad: 2/176-177.Irwaa ul Ghaliil:8/106).

2. Soal: 24.

Ada yang bertanya: kenapa Wali Al Fattah berani mendahulukan Allah dan Rasul-Nya,karena belum habis masa Mulkan sudah berani menegakkan Khilafah? (8-9,point;17). Jawab anda?

Jawab:

Dari mana dia memahami bahwa Mulkan yang dimaksud dalam hadits Nu’man itu belum terhapus?

Sementara yang jelas wajib adalah menegakkan Khilafah dan Khilafah itu sekarang sudah hadir,meskipun banyak yang menolak mudah-mudahan tidak termasuk yang bertanya, Insya Allah Khilafah ini akan tetap tegak,sampai kiamat,jawaban selengkapnya,lihat nomor;38.


3. SEKITAR GOLONGAN-GOLONGAN

3. Soal:25.

Dan dimanakah perbedaan antara Hizbut Tahrir,Khilafatul Muslimin,Ikhwanul Muslimin, Jama’ahTabligh, Jama’ah Anshor Tauhid,ISIS, Salafy,Syi’ah dsb dengan Jama’ah Muslimin?

Jawab:

Al-Jama’ah atau Jama’ah Muslimin Al Khilafah atau Khilafah ‘Alaa Minhajin Nubuwwah adalah system kemasyarakatan Islam yang dipimpin oleh seorang Imam,Khalifah atau Amirul Mu’minin dalam suatu masa,berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan contoh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan Khulafaur Rasyidiin Al Mahdiyyiin menetapinya adalah kewajiban bagi setiap Muslim, keluar dari padanya adalah berdosa dan mendapat ancaman.

Melihat kembali, jawaban no; 1.

Adapun kelompok-kelompok yang anda sebut adalah bikinan manusia,dengan latar belakangnya masing-masing. Tidak ada perintah menetapinya dan tidak ada sangsi keluar dari padanya.

4. SEKITAR ULIL AMRI MINKUM

4. Soal: 26

Siapakah yang dimaksud Ulil Amri Minkum pada surat An-Nisa; 59?

Jawab:

Uuuluuu,jamak dari kata aulaa; artinya yang mempunyai. Al Amr, artinya urusan (itu) Ulil Amri= Orang-orang yang mempunyai urusan (itu), Orang-orang yang mengurus Dhomir; ‘itu, kembali kepada Al Ladzzina Aaamanuu,Orang-orang yang beriman.

Tegasnya: Ulil Amri Minkum, adalah Orang yang (diserahi) mengurus urusan diantara kalian Orang-orang yang beriman, Mereka adalah Imam,Khalifah atau Amirul Mu’minin dan para pembantunya.

5. SEKITAR BAI’AT

5. Soal: 27.

Ada yang menyatakan dan bertanya:
Setiap Muslim wajib berbai’at kepada Allah melalui Imamul Muslimin,Imam Wali Al Fattah sendiri berbai’at kepada siapa? Jawab anda (TP).

Jawab:

Sebelum kami jawab, mari kita baca dan renungkan secara seksama firman Allah berikut;

إِنَّ الَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُونَ اللَّهَ يَدُ اللَّهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ فَمَنْ نَكَثَ فَإِنَّمَا يَنْكُثُ عَلَى نَفْسِهِ وَمَنْ أَوْفَى بِمَا عَاهَدَ عَلَيْهُ اللَّهَ فَسَيُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا {الفتح:10}
“Sesungguhnya orang-orang yang berbai’at kepadamu sesungguhnya mereka berbai’at kepada Allah, [1396] tangan Allah di atas tangan mereka,[1397] maka barang siapa yang mengingkari bai’atnya niscaya akibat pelanggarannya akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa yang menepati bai’atnya, maka Allah akan memberikan pahala yang besar.” (QS.Al Fath:10)

[1396] Pada bulan Zulkaidah tahun ke enam Hijriyyah Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam beserta pengikut-pengikutnya hendak mengunjungi Mekkah untuk melakukan Umroh dan melihat keluarga-keluarga mereka yang telah lama ditinggalkan. Sesampai di Hudaibiyah beliau berhenti dan mengutus Utsman bin Affan lebih dahulu ke Mekkah untuk menyampaikan maksud kedatangan beliau dan kaum Muslimin. Mereka menanti-nanti kembalinya Utsman, tetapi tidak juga datang karena Utsman ditahan oleh kaum musyrikin kemudian tersiar lagi kabar bahwa Utsman telah dibunuh dibunuh. Karena itu Nabi menganjurkan agar kaum Muslimin melakukan bai’at (janji setia) kepada beliau. Merekapun mengadakan janji setia kepada Nabi dan mereka akan memerangi kaum Quraisy bersama Nabi sampai kemenangan tercapai.Perjanjian setia ini telah diridhoi Allah sebagaimana tersebut dalam ayat 18 Surat diatas, karena itu disebut Bai’atur Ridwan, Bai’atur Ridwan ini menggetarkan kaum Musyrikin,sehingga mereka melepaskan Utsman dan mengirim utusan untuk mengadakan perjanjian damai dengan kaum Muslimin.Perjanjian ini terkenal dengan Shulhul Hudaibiyah.

[1397] Orang yang berjanji setia biasanya berjabatan tangan, Caranya berjanji setia dengan Rasul ialah meletakkan tangan Rasul diatas tangan orang yang berjanji itu, Jadi maksudnya tangan Allah diatas tangan mereka ialah untuk menyatakan bahwa berjanji dengan Rasulullah sama dengan berjanji dengan Allah. Jadi seakan-akan Allah di atas tangan Orang-orang yang berjanji itu. Hendaklah diperhatikan bahwa Allah Maha suci dari segala sifat-sifat yang menyerupai makhluknya.

Keterangan:

Dhomir ‘ka’ pada ayat tersebut adalah kembalinya kepada Nabi Muhammad Dalam hadits disebutkan, bahwa sesudah Nabi Muhammad, tidak ada Nabi lagi, yang ada adalah para Khalifah, para pengganti Nabi, dan para pengganti Nabi, yaknin Khalifatu Rasulillah, atau Khulafaa. Syari’at bai’at berlangsung hingga hari kiamat. Karena pada hakekatnya bai’at itu kepada Allah, dan untuk menerima bai’at itu diamanatkan kepada Nabi Muhammad sedangkan Nabi Muhammad telah tiada, namun yang ada adalah para penggantinya, maka dapat dipahami bahwa para Khalifah tersebut berkewajiban menerima bai’at hamba-hamba Allah yang akan berbai’at kepada-Nya. Pertanyaan kepada siapa Wali Al Fattah bebai’at, adalah sama halnya bertanya; kepada siapa Nabi berbai’at?

5.Soal: 28.

Ada yang berpendapat orang yang berbai’at pada Imam Wali Al Fattah berarti memisahkan diri dari pemerintahan yang sah. Kemudian dia bertanya: Maka ada perintah memisahkan diri dari pemerintahan yang sah? (AR:7). Jawab anda?

Jawab:

Itulah kalau dalil-dalil Jama’ah Imamah dipahami secara politis. Kalau begitu, sah menurut siapa? Kalau yang dimaksud Jama’ah Muslimin adalah pemerintahan setempat yang kepala Negaranya Non Muslim? Memang tidak ada, yang ada adalah menetapi Jama’ah Muslimin Wa Imaamahum.
DAN DILARANG BERFIRQOH-FIRQOH/MENYENDIRI.

6. SOAL SYARAT KHALIFAH

6. Soal: 29.

Kenapa Imamul Muslimin bukan dari Quraisy? (TP)

Jawab:

Masyaa Allahu kaan wa maa lam yasya lam yakun. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ta’atilah Amirmu, walaupun dia itu berasal dari budak Habasyah (bukan Quraisy), selama dia menuntun kepada kitabullah.”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَإِنِ اسْتُعْمِلَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ كَأَنَّ رَأْسَهُ زَبِيبَةٌ
 “Dengarkanlah dan taatilah sekalipun yang me mimpin kamu seorang budak Habsyi yang kepa lanya seperti kismis.” (HR.Al-Bukhari dari Anas bin Malik, Shahih Al-Bukhari dalam Kitabul Ahkam: IX/78, dan Muslim Shahih Muslim: II/130. Lafadz Al Bukhari)



6. Soal: 30.

Ada yang menyampaikan; Syarat syarat Khilafah menurut Yusuf Qardhawy:

30. 1 Kesatuan Darul Islam.
30. 2 Kesatuan Hukum Tertinggi.
30. 3 Kesatuan Kepemimpinan Pusat, Komentar anda?

Jawab:

Sayang pertanyaan itu tidak disertai dalil.Sepanjang yang kami ketahui, kami belum menemukan istilah Darul Islam baik secara tersirat maupun tersurat. Kalau yang dimaksudkan Darul Islam adalah Jama’ah Muslimin Wa Imamahum, kenapa dirubah-rubah? Kenapa tidak langsung saja dengan istilah yang dari Rasulullah? Seperti halnya istilah: sholat,tidak bisa dirubah-rubah dengan sembahyang. Sebab dengan perubahanistilah akan merobah makna yang terkandung di dalamnya.

Mengenai Hukum tertinggi jelas Al-Qur’an dan As-Sunnah, dengan penjelasan dan contoh Rasulullah dan Khulafaur Rasyidiin Am Mahdiyyiin.

Kami tidak pernah menggunakan istilah pimpinan pusat,pimpinan daerah dsb, Sesuai dengan hadits, kami gunakan sebutan Imaamul Muslimin, Khalifah,atau Amirul Mu’minin.

Yang jelas, Jama’ah Muslimin telah ada, telah ditetapi. Kalau ada kekurangan disana sini silahkan anda menasehatinya. Kalau anda membatalka, di mana letak batalnya berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

7. SEKITAR MATI JAHILIYYAH

7. Soal: 31.

Apa yang dimaksud: ‘mati Jahiliyyah?’

Jawab:

Menurut Syarakh Muslim An Nawawy, ketika menjelaskan hal ini beliau berkata; yang dimaksud mati Jahiliyyah adalah mati yang sifatnya tidak punya Imam yang menimpa mereka laksana pada masa Jahiliyyah (dahulu, sebelum kedatangan Islam, pen). Wallahu A’lam bis shawab.

7. Soal: 32.

Apakah ulama-ulama seperti; Bukhary dan lain-lain sebelum Wali Al Fattah mereka mati Jahiliyyah? (AR:7, point;12)

Jawab:

Ini pertanyaan Klasik, kita tidak pernah menjahiliyyahkan seseorang. Apalagi menghukumi terhadap seseorang yang telah meninggal. Adapun haditsnya;


مَنْ مَاتَ بِغَيْرِ إِمَامٍ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
"Barang siapa yang mati tidak mempunyai imam, maka matinya laksana bangkai jahiliyyah". (H.R. Ahmad)
"Man mata bighoiri imam maata mintatan Jahiliyyah’ adalah merupakan kasih sayang Rasulullah agar ummatnya senantiasa hidup terpimpin, dengan seorang Imam.

8. SOAL HIZBULLAH

8. Soal:33.

Di dalam hadits hanya disebutkan “Talzamu Jama’atal Muslimina Wa Imamahum”. Tapi kenapa anda menyebutnya Jama’ah Muslimin (Hizbullah). Apa ini bukan Bid’ah?

Jawab:

Alhamdulillah, anda bertanya. Sekiranya anda tidak bertanya dan memahami sendiri, menganalisa sendiri, kemudian memutuskan sendiri bahwa Jama’ah Muslimin ini adalah bid’ah, kami khawatir anda termasuk dalam barisan yang menyalahi Al-Jama’ah ini. Naudzubillah.

Kami ingatkan bahwa setiap ada tulisan Jama’ah Muslimin (Hizbullah), harus dibaca; Jama’ah Muslimin atau Hizbullah. Hizbullah itu sendiri artinya ‘Orang-orang yang berpihak kepada Allah’. Dan orang-orang yang menjadikan Allah,Rasul-Nya sebagai ‘waly’nya, dikatakan oleh Allah mereka sebagai Hizbullah. Dan Jama’ah Muslimin itu tidak berpihak kepada selain Allah dan mereka adalah orang-orang yang menjadikan Allah Rasul-Nya dan orang-orang beriman sebagai ‘waly’nya. Jadi kalau kita katakan Jama’ah Muslimin adalah Hizbullah, atau Jama’ah Muslimin atau Hizbullah, dimana letak bid’ahnya?. Adapun hadits Hudzaifah “Talzamu Jama’atal Muslimina Wa Imamahum” artinya tetap. Yakni: ‘kau tetap dalam Jama’ah Muslimin dan Imam Mereka’.

Adapun kalimat Hizbullah dalam tanda kurung itu adalah nama sifat, ciri dan sikap Jama’ah Muslimin tersebut, sebagaimana Firman ALLAH: 


إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ. وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ .

“Pimpinan kamu hanyalah ALLAH dan Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang mengerjakan Sholat dan mengeluarkan Zakat, dan mereka adalah orang-orang yang ruku’. Dan barang siapa yang mengambil ALLAH dan Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman menjadi pemimpin, maka sesungguhnya itulah Hizbullah, merekalah orang-orang yang menang.” (Al Qur’an, surah Al Maidah :  55, 56).

لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا ءَابَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ.  

“Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada ALLAH dan Hari Akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang ALLAH dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang ALLAH telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasuk-kan-Nya mereka ke dalam Jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. ALLAH ridha kepada mereka dan mereka pun  ridha kepada ALLAH.  Mereka itulah Hizbullah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya Hizbullah itulah  yang menang”. (Al-Qur’an, Surah Al-Mujadalah, ayat 22).


9. SEKITAR WALI AL FATTAH

9. Soal: 34.

Ada yang bertanya; Kalau Islam Non Politik, kenapa Wali Al Fattah bekerja di Biro Politik? (AR: 2,point;3). Jawab anda?

Jawab:

Bahwa ketika beliau menjabat sebagai Biro Politik, sementara Jama’ah Muslimin sudah ditetapi, adalah masa-masa transisi untuk melepas diri dari dunia politik, dengan puncaknya mengundurkan diri beliau dari Masyumi yang diberitakan dalam “... Berita Dalam Negeri,tanggal; 8 Djumadil Uula-1374 H/3 Djanuari-1955 M. (RKHS:9).

Dan kalaupun seseorang (ikhwan) karena satu dan lain hal berbeda pemahaman, dan atau masih ada ikhwan yang duduk dibangku politik, tidak akan mengurangi nilai bahwa Islam memang bukan politik, dan tidak bisa membatalkan kebenaran Al-Jama’ah. Harus dibedakan antara Syari’at dengan figur.

9. Soal:35

Ada yang mengatakan: Pada masa Muawiyyah, shahabat Ibnu Abbas menjabat sebagai Wali Madinah. Mengapa shahabat Ibnu Abbas tidak mendirikan Khilafah saja seperti yang dilakukan oleh Wali Al Fattah Rahimahullah di Indonesia? Apakah Wali Al Fattah lebih berilmu dari pada shahabat yang mulia Ibnu Abbas. Dan mengapa para tabi’in tidak melakukan seperti yang dilakukan oleh Wali Al Fattah Rahimahullah? (AR:5,point:7). Jawab anda?

Jawab:

Nau’dzubillah, dari sikap sombong dengan menganggap lebih berilmu dari shahabat Ibnu Abbas. Apalagi sampai tingkat mencela. Sebab kami sadar betul bahwa hal itu dilarang. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Janganlah kalian mencela shahabat-shahabatku (sebab) demi jiwaku dalam genggaman-Nya sekiranya salah seorang dari kalian menginfaqkan emas sebesar gunung Uhud (sekalipun) niscaya tidak akan menandingi walau segenggam (kebaikan) salah seorang diantara mereka dan tidak juga separohnya”. (dikeluarkan Oleh Bukhary.III/3672/Muslim:6, juz;XVI atas syarah An nawawy,hal;92-93) ‘Aqiedah Ahlus Sunnah:35. Lawaami ul Anwaar: 2/377).

Adapun shahabat Ibnu Abbas pernah sebagai Wali pada masa Mu’awiyyah, kehendak Allah memang demikian. Kenapa kita harus mempersoalkan yang diluar kemampuan kita? Allah belum mengkehendaki munculnya kembali Khilafah ‘Alaa Minhajin Nubuwwah saat itu. Apakah kita akan menolak kehendak Allah?. Sama halnya bahwa kehendak Allah saat ini  Khilafah sudah ditetapi kembali, Apakah kita mau menentangnya? Tidak takut kepada-Nya? Dan Allah melarang mempertanyakan nasib umat terdahulu.Urusannya kembali kepada-Nya.

Dalil:

“Itu adalah Umat yang telah lalu; baginya apa yang diusahakannya dan bagimu apa yang kamu usahakan; dan kamu tidak akan diminta pertanggungan jawab tentang apa yang telah mereka kerjakan”. (Al-Qur’an surat Al-Baqarah: 141)

9. Soal: 36.

Kenapa Wali Al Fattah memahami sendiri,tidak mengikuti pemahaman Salafus Sholeh? (HR)

Jawab:

Wali Al Fattah di dalam mempelajari Jama’ah Imamah tidak sendirian. Beliau berulang kali berkonsultasi/belajar dengan para’Ulama dizamannya (pada awal awal tahun 50 an, mungkin yang bertanya ini belum lahir?), seperti KH.Muh.Ma’shum ahli Hadits dari Yogyakarta, KHSS Jam’an, KH Sulaiman Masulili, Prof Hasby As Shiddiqy, KHM Isa Ansory, KH Munawar Khalil, dsb.Dan pada tahun 80 an seorang guru besar hadits selama puluhan tahun mengajarkan di kerajaan Saudi Arabia, yang bernama KH Abdul Halim Sulaiman MA,telah membenarkan apa-apa yang Wali Al Fattah da’wahkan khususnya soal Jama’ah/Imamah, dan akhirnya beliaupun berbai’at kepada Wali Al Fattah. Dan beliau pernah berkata bahwa: “Wali Al Fattah –dengan idzin Allah- telah menemukan dan berhasil mencabut ‘kangker’ Ummat Islam, yakni politik”.

Kenapa anda berani menuduh tanpa bukti bahwa beliau memahami sendiri? Dan beliau beserta ikhwan-ikhwan lainnya mengikuti pemahaman siapapun, baik Salafus Sholeh, Kholafus Sholeh, Mutaqodddimin maupun Mutaakhkhiriin,selama tidak menyalahi Al-Qur’an dan As-Sunnah.

9. Soal: 37.

Ada yang menyatakan; Wali Al Fattah tidak tawadhu kepada Salafus Sholeh, Karena berani mendirikan Khilafah dst (AR:7 point:13). Komentar anda?

Jawab:

Na’udzubillah Min Dzalik. Tuduhan bahwa Bapak Wali Al fattah tidak tawadhu kepada ‘Ulama apalagi kepada para shahabat, adalah tuduhan yang sesat dan menyesatkan. Ketahuilah bahwa beliau itu sudah berkali-kali musyawarah dengan para ‘Ulama dan sudah berkali-kali menawarkan kepada siapapun yang bersedia menjadi Imam. Tapi karena mengingat soal Jama’ah/Imamah atau Khilafah ‘AlaaMinhajin Nubuwwah itu wajib dan tidak ada yang mau, maka dengan sangat berat hati beliau dibai’at jadi Imam. Kemudian selama kurang lebih enam tahun beliau masih berusaha mencari di berbagai belahan dunia, kalau kalau sudah ada Jama’ah,beliau siap jadi makmum. Dimana letak ketidak tawadu’annya?. Adapun soal pemahaman, beliau dan ikhwan-ikhwan lainnya tidak membatasi kepada pemahaman tertentu. Pemahaman siapapun selama sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Beliau dan ikhwan-ikhwan lainnya siap dikoreksi, diluruskan,baik dengan pemahaman Salafus Sholeh, Kholafus Sholeh,Mutaqoddimiin, maupun Mutaakhkhiriin,,selama berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah,beliau terima.

9. Soal:38.

Ada yang mengatakan; Wali Al Fattah dan kawan-kawan dianggap sombong dengan meninggalkan pemahaman Salafus Sholeh dan benarkah kita meninggalkan pemahaman Salafus sholeh? (AR:9, point). Jawab anda?

Jawab:

Sombong adalah; “Menolak Haq dan merendahkan sesama manusia”, itulah sabda Rasulullah. Sedangkan menetapi Al-Jama’ah adalah sebuah kebenaran. Apakah orang dikatakan sombong karena melaksanakan perintah Allah. Dan manusia siapa orangnya yang pernah dihina oleh Wali Al Fattah atau ikhwan lainnya, sehingga anda menuduh beliau dan ikhwan-ikhwan lainnya sombong? Apakah anda sudah bergaul dengan beliau? Berapa lama dan sifat-sifat seperti apa yang menjadikan beliau atau ikhwan-ikhwan anda katakan sombong? Takutlah kepada Allah akan adzab orang yang memfitnah,apalagi memfitnah terhadap orang yang sudah almarhum.

9. Soal: 39.

Ada tuduhan bahwa bapak Wali Al Fattah telah melaksanakan praktek bid’ah,yakni merubah-rubah nama dari Gerakan Islam Hizbullah menjadi: Jama’ah Muslimin (Hizbullah).

Jawab:

Kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah bukan berarti merubah.Dan bukan Bid’ah.Pada suatu ketika seorang shahabat yang melakukan berguling-guling di tanah, dalam rangka mandi junub,karena tidak ada air.lantas hal itu ditegur oleh Rasulullah bahwa orang yang junub, tidak mendapatkan air, maka cukup dengan melakukan tayamum, seraya beliau menunjukan cara bertayamum, Setelah itu shabat tadi tidak lagi melakukan berguling-guling di tanah, bisa tayamum. Apakah shahabat tersebut termasuk yang melakukan bid’ah?

9. Soal: 40.

Ada tuduhan bahwa Bapak Wali Al Fattah telah melaksanakan praktek Bid’ah,yakni: Menda’wahkan / Menta’arufkan Jama’ah Muslimin (Hizbullah). (AR;8, point;15). Komentar anda?

Jawab:

Da’wah adalah perintah Allah,ta’aruf adalah perintah Allah. Dimana bid’ahnya? Apakah mengajak orang untuk melaksanakan perintah Allah termasuk bid’ah? Kalau begitu, Rasulullah dan para shahabat juga adalah para penyeru bid’ah?

9. Soal: 41.

Kenapa Wali Al Fattah memahami sendiri,tidak mengikuti pemahaman Salafus Sholeh?

Jawab:

Dari mana anda menuduh Wali Al Fattah memahami sendiri? Apakah usia anda sudah mencapai ratusan tahun sehingga paham betul tentang Wali Al Fattah? Ketahuilah bahwa beliau sebelum di bai’at jadi Imam, telah terlebih dahulu Musyawarah dengan para ‘alim seperti KH.Mashum, KH.Munawar Khalil, Prof.Hashby dsb. Wali Al Fattah dan Ikhwan-ikhwan lainnya mengikuti pemahaman siapapun selama tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

9. Soal: 42.

Apakah benar Jama’ah Muslimin yang dimaksud di dalam hadits Hudzaifah Ibnul Yaman adalah Jama’ah Muslimin yang pernah dipimpin oleh Wali Al Fattah,H.M Muhyiddin Hamidy dan sekarang yang dipimpin oleh Drs KH.Yakhsyallah Mansur MA? (TP) Jawab anda?


Jawab:

Berjama’ah itu wajib. Siapapun Imamnya tidak masalah selama berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Andapun bisa jadi Imam, kalau Allah mengkehendaki,kalau anda melihat ada sesuatu yang menyalahi Al-Qur’an dan As-Sunnah dari Jama’ah Muslimin,silahkan anda luruskan, karena Allah semata. Karena sejak ditetapinya kembali Jama’ah Muslimin wa Imamahum tanggal: 10-Dzul Hijjah-1372 H,dan sudah ditawarkan,dida’wahkan,dicari dan dicari, sampai saat ini belum ada Jama’ah yang sama, dan lebih dahulu. Sekirannya ada yang sama dan lebih dahulu, Insya Allah kami akan bergabung. Apakah anda bisa menunjukan?

9. Soal: 43.

Benarkah Jama’ah Muslimin didirikan Wali Al Fattah atas suruhan Soekarno untuk menandingi/menyaingi SM Kartosuwiryo dengan Negara Islam Indonesianya? (HAJ).

Jawab:

Sebelum menjawab, kami ingin meluruskan pertanyaan anda: Jama’ah itu tidak didirikan, tetapi’ditetapi kembali’

Tidak ada yang berhak menyuruh menetapi Al-Jama’ah,selain Allah subhanahu wata ‘ala,apalagi Soekarno.

10. Soal: 44.

Kenapa para pelacur tidak dihukum oleh Imam saja? (AR).

Jawab:

DizamanRasulullahpun banyak terjadi penyelewengan,termasuk, pelacuran, penyembahan berhala dan sebagainya,tapi kenapa juga tidak serta merta beliau hukum? Apakah dengan demikian Rasulullah batal ke Rasulannya?

10. Soal: 45.

Apa yang dimaksud dengan Hizbullah? Benarkah Jama’ah Muslimin (Hizbullah) termasuk Hizbiyyah. (AR) Jawab anda?

Jawab:

Hizb, asal kata; hazaba-yahzubu-hazban=mengelompokkan, himpunan. Al Hizb=Kelompok, golongan, partai (An Munawwir;279).

“Kata Hizbiyyah adalah kalimat masdarnya hazaba-yahzubu-hazban, yang ditambah yaknisbat, artinya sebangsa kelompok, sebangsa golongan, sebangsa partai, atau ‘Ala (menurut) kelompok, menurut golongan, menurut partai,dst.

Kalau kita dengar istilah misalnya: Muhammadiyyah,maknanya adalah (suatu kelompok) yang (bermaksud) mengikuti cara-cara (pola hidup Nabi) Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam. Syafi’iyyah, suatu kelompok yang mengikuti cara-cara (Imam) Syafii’y. Naqsyabandiyyah, adalah suatu kelompok thoriqoh yang mengikuti cara-cara Imam Naqsabandi, dst. Istilah-istilah semacam itu,termasuk istilah Hizbiyyah, di dalam Al-Qur’an maupun Al Hadits belum/tidak ditemukan. Yang ada, adalah Hizbullah=golongan (yang berpihak kepada) Allah, dan Hizbus Syaithan=golongan (yang berpihak kepada) Syaithan. Kalau kita berpihak kepada Allah berarti kita Hizbullah, Kalau kita berpihak kepada Hizbus Syaithan. Adapun berjama’ah adalah perintah Allah bagi setiap Muslim. Keluar dari padanya adalah berdosa. Berjama’ah,artinya di sana ada Imam dan ada Makmum. Misalnya dalam suatu Masjid,banyak orang,tapi masing-masing melaksanakan shalat sendiri-sendiri, tanpa dipimpin oleh  Imam, meskipun jumlahnya banyak, belum dikatakan shalat berjama’ah. Demikian Muslimin ada yang berjama’ah ada yang tidak. Yang berImam, artinya dia berjama’ah, namanya Jama’ah Muslimin. Hizbullah artinya orang-orang yang berpihak kepada Allah, Jama’ah Muslimin tidak mungkin berpihak kepada selain Allah, Makanya Jama’ah Muslimin adalah  Hizbullah . Kalimat ‘Jama’ah Muslimin (Hizbullah). Harus di baca: ‘Jama’ah Muslimin atau Hizbullah’. Kalau kita sudah memiliki istilah-istilah yang khas, yang terdapat didalam  Al-Qur’an maupun As-Sunnah, kenapa harus mengada-adakan hal baru, istilah sendiri, seperti;

‘Fulany’ atau Fulaniyyah’. ‘Dadapy’ atau Dadapiyyah’ ‘Waru-iy’ atau ‘Waru-iyah’. ‘Anu-iy’ atau ‘Anuyah’, dst. Al-Jama’ah atau Jama’ah Muslimin, Al Khilafah atau Khilafah ‘Alaa Minhajin Nubuwwah, atau Hizbullah adalah Khas Islam berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Mana letak Hizbiyyahnya?

10. Soal:46

Kalau Khilafah benar, kenapa Wali Al Fattah tidak mengamalkan Hadits;
‘Faqtulul Aakhoro minhuma?

Jawab:

Hadis ‘Faqtulul Akkhor’, tidak serta merta difahami secara Harfiyyah. Sama halnya hadits kalau ada orang yang lewat didepan orang yang shalat, maka  ‘bunuhlah’, tidak serta merta diamalkan secara Harfiyyah. Dan sama juga perintah; ‘Bunuh orang yang musyrik dimana  saja anda berada’ juga tidak serta merta semua orang musyrik kita bunuh. Disinilah kita perlu memahami makna kalimat perintah maupun larangan makna Al Mufrodat (artinya perkalimat), baik mengenai Hudud,dsb. Adapun mengenai pelaksanaan hukuman adalah Haq Imam. Disinilah perlunya kita punya Ulil Amri. Bagaimana mungkin melaksanakan Hudud, sementara Ulil Amrinya belum ada? Dan soal bunuh  membunuh, adalah prosedur dan aturannya. Dan bagaimana akan menegakkan had sementara Khilafah tidak ditegakkan?

10. Soal: 47.

Ada yang bertanya: “kenapa tugas Khalifah yang pokok tidak dilaksanakan? Hanya keliling ke majelis-majelis Ta’lim saja? (AR:6; point;10)


Jawab:

Ta’lim adalah bagian dari konsolidasi ummat. Dan tidak benar bahwa Imam hanya Ta’lim-Ta’lim saja. Biasanya yang bertanya demikian memang pernah mengikuti perkembangan Al-Jama’ah secara dekat,meskipun yang bersangkutan pernah berbai’at berpuluh-puluh tahun.

10. Soal: 48.

Ada yang mengatakan: Wali Al Fattah telah melaksanakan praktek bid’ah,yakni: memisahkan diri dari mayoritas Muslim. (AR:8,point;15). Komentar anda?

Jawab:

Menetapi Al-Jama’ah adalah wajib. Dilarang berfirqoh-firqoh dan keberadaan Jama’ah Muslimin adalah sebagaiman keberadaannya Nabi dan para shahabat yakni ditengah tengah ummat manusia (lihat Ali Imran;10). Dimana letak bid’ah?

Kalau masih belum jelas, silahkan telaah kembali buku Khilafah ‘Alaa Minhajin Nubuwwah dengan sikap tawadhu, iklas tanpa purbasangka. Atau kalau masih belum jelas silahkan hubungi kami.

10. Soal : 49.

Ada tuduhan bahwa bapak Wali Al Fattah telah melaksanakan praktek bid’ah: mendirikan Gerakan Islam ‘Hizbullah’. (AR:point; 15). Komentar anda?

Jawab:

Kalau diteliti secara seksama dan cermat serta penuh keiklasan,tentu tidak akan menuduh bid’ah, sebab itu mengikuti tindakan  Nabi Ibrahim ketika menemukan bulan, matahari, dan menganggapnya sebagai Tuhan,dan setelah tahu bahwa Tuhan yang sebenarnya adalah yang menciptakan langit dan bumi termasuk isi keduanya, maka beliau tidak menyebut-nyebut lagi bukan sebagai Tuhannya, namu ruhnya tetap sama bahwa dia ingin cari Tuhan yang sebenarnya, Allah subhanahu wata ‘ala .Apakah Nabi Ibrahim juga telah berbuat bid’ah?

Demikian halnya, dimaklumkan adanya gerakan Islam Hizbullah berbentuk Jama’ah waktu itu adalah dimaksudkan untuk sebuah system perjuangan yang sebenarnya,yang berbentuk Jama’ah, bukan organisasi, baik ormas maupun,orpol. Maka namanya waktu itu adalah Gerakan Islam Hizbullah berbentuk Jama’ah, Kemudian karena kesungguhan beliau (Wali Al Fattah) dan beberapa ‘Ulama disekitarnya, akhirnya dengan idzin Allah. Ditemukan Hadits Hudzaifah bahwa suatu thoifah itu namanya adalah Jama’ah Muslimin, sesuai dengan Hadits.

Mari kita perhatikan kembali cuplikan sebagai pidato Wali Al Fattah.

“Sesudah muktamar Masyumi IV di Yogyakarta, disusul dengan konggres Muslimin Seluruh Indonesia (1-5 Rabi’ul Awwal 1389 H/20-25 Desember 1949). Kami berkumpul; di margo kridongo No;18 di kediaman kami di Yogyakarta waktu itu, ikhwan ikhwan kami datangkan untuk membicarakan penyatuan Muslimin secara apa yang kita lihat pada system kepartaian. Dalam pertemuan itu antara lain hadir KH.Moh.Ma’shum, seorang ‘alim ahli hadits, M.Saleh Suaedy, sedangkan dikalangan pemuda antara lain Mirza Sidharta, Kami bersama-sama membicarakan masalah penyatuan Muslimin secara mendalam, akan tetapi belum menemukan bagaimana cara menghimpun Ummat Islam menurut contoh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Kami sebelumnya mengatakan,’partai-partai politik Islam,yang ada pada waktu itu, pengambilannya bukan dari Islam tetapi dari barat. Sebagian mereka mengatakan; ‘Kita dirikan saja partai politik’. Kami jawab; ‘Kalau mendirikan partai politik buat apa? Ini namanya mencari kedudukan saja melalui jalan lain. Tidak ada artinya itu didalam Ad Dien’. Kalau mendirikan partai politik sudah ada partai Islam waktu itu, kami anggap hanya soal kursi, bukan prinsip lagi.Maka kami tolak sama sekali usul tersebut. Kami terus mencari yang Haq, Meneliti secara cermat dan mendalam bagaimana cara Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menghimpun Muslimin dalam menghambakan diri kepada Allah Subhanahu wata ‘ala dengan iklas dan bersih dari dorongan-dorongandan pengaruh politik. Ini untuk persaksian sejarah,lain tidak. Allah mengetahui ada para ikhwan rekan rekan seperjuangan Wali Al Fattah dalam pergerakan Islam dan kemerdekaan, pen) yang masih hidup juga bisa menyaksikan jalannya sejarah.

Alhamdulillah dengan pertolongan Allah subhanahu wata ‘ala, sampai pada tahun 1372 H (1953), yang pada awal tahun itu sudah mulai nampak bintik-bintik terang dimana Allah mengaruniakan pengertian bagaimana Rasulullah bersama sama ummat Islam beliau berhimpun mengamalkan wahyu wahyu Allah dan bagaimana bentuk kesatuan dan serta wujud kemasyarakatan Islam itu.

Akhirnya dengan taqdir serta idzin dan pertolongan Allah, maka ditetapilah Jama’ah Muslimin (Hizbullah), yang bernama gerakan Islam Hizbullah berbentuk Jama’ah,pada tanggal; 10 Dzul Hijjah 1372 H/20 Agustus 1953 M, Bukan organisasi,Bukan partai,Bukan perserikatan dan lain-lain,bentukan yang bersifat politis’ (WA:I:83-85).

Demikian Wali Al Fattah, ditetapinya kembali Jama’ah Muslimin Wa Imamahum sebagai bentuk perwujudan tha’at kepada perintah Allah dan Rasul-Nya. Dimana letak bid’ahnya?

10. Soal: 50

Ada yang mengatakan; Didalam Jama’ah Muslimin tidak ada ‘Ulamanya.
Komentar anda?

Jawab:

Kalau ada ‘Ulama yang mengatakan: “Saya ini adalah “Ulama”, “Saya adalah orang pinter” dst. Ini adalah suatu kesombongan. Lagi siapa yang berhak menentukan seseorang itu ‘Ulama atau bukan? Apakah anda merasa sudah jadi ‘Ulama?

Dan apakah syari’at berjama’ah dan berimamahini bathil lantaran karena seluruh ‘Ulama telah tiada,misalnya?

10. Soal: 51.

Ada yang bertanya: Kenapa seorang Khalfah ragu-ragu dengan pertolongan Allah, Kenapa tidak berani melaksanakan Huduud (AR;8,point;7,16), Jawab anda?

Jawab:

Dari mana anda tahu bahwa Khalifah ragu?Apakah anda melebihi Allah atau anda akan jadi paranormal temannya syaithan itu?

Apakah ‘Umar bathil sebagai Khalifah lantaran pernah tidak menghukum potong tangan shahabat yang nyata-nyata mencuri, dengan alasan  tertentu?

Apakah bathal Rasulullah sebagai Nabi dan Rasul, yang pada waktu itu tidak membunuh saja Abdullah bin Ubay bin Salul yang jelas-jelas Munafiq?

Bukankah  Allah telah berfirman: “La yukallifullaha nafsan illa wus ‘aha”.

Apakah tidak sebalinya justru yang telah tahu wajibnya menetapi Jama’ah Muslimin wa Imamahum atau Khilafah ‘Alaa Minhajin Nubuwwah, dan Jama’ah/Khilafah itu telah ada, dengan dalil-dalil yang jelas, baik dari Al-Qur’an Al Hadits maupun atsar dan bisa dikoreksi bila salah.Kenapa masih juga ragu? Ada apa sebenarnya dalam hatinya?

10. Soal: 52

Ada yang mengatakan: ‘Umat Islam tidak selamanya harus dibawah kepemimpinan Khilafah (AR;9). Komentar anda?

Jawab:

Ya, itu kalau memang belum ada Jama’ah atau Khilafah,tapi kalau sudah ada,setiap Muslim wajib membai’atnya.

Dalil:

كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمُ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي وَسَتَكُونُ خُلَفَاءُ تَكْثُرُ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ اْلأَوَّلِ فَاْلأَوَّلِ وَأَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ
 “Dahulu bani Israil selalu dipimpin oleh para Nabi, setiap meninggal seorang Nabi diganti oleh Nabi lainnya, sesungguhnya setelahku ini tidak ada Nabi dan akan ada setelahku beberapa khalifah bahkan akan bertambah banyak, sahabat bertanya: ”Apa yang tuan perintahkan kepada kami?” Beliau menjawab: ”Tepatilah bai’atmu pada yang pertama, maka untuk yang pertama dan berikan pada mereka haknya. Maka sesungguhnya Allah akan menanya mereka tentang hal apa yang diamanatkan dalam kepemimpinannya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah, Shahih Muslim dalam Kitabul Imaroh: II/132, Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah II/204. Lafadz Muslim)


11. PENUTUP

Demikianlah soal jawab secara singkat ini kami sampaikan. Kami yakin apa yang di kemukakan ini belum memuaskan semua pihak para pembaca, namun kami harap setidak-tidaknya bisa sebagai
“pertolongan pertama” terutama bagi ikhwan yang baru mengalami masalah atau pertanyaan semacam diatas. Mengenai pemahaman selanjutnya mengenai Jama’ah/Imamah atau Khilafah ‘Alaa Minhajin Nubuwwah, bisa ditanyakan langsung kepada ikhwan yang dianggap memahami, terutama didaerah anda tinggal. Kesempurnaan hanya milik Allah, segala kekurangan adalah semata-mata kedho’ifan dan kekhilafan kami. Billahit taufiq wal hidayat.




3 komentar:

  1. YANG PASTI SELURUH DALIL2 TSB "WUJUDNYA" TIDAK SEPERTI WUJUDNYA JAMAAH2 ABAD INI.

    GAK PERCAYA??

    SOAL: SEPERTI APA "WUJUD" JAMAAH YG DI PRAKTEKKAN OLEH RASULULLAH PD TH 1-10H DAHULU??

    JAWAB: .................

    BalasHapus
  2. kalau imaam pemimpinya kafir itu artinya tidak jamaah muslimin dan imaam mereka ...artinya masyarakat muslim dlm keadaan tidak punya imaam muslim ..jika kondisinya seperti ini dlm lanjutan hadis tsb adlh tinggalkan firqoh2 bukan malah bikin firqoh yg bernama jamaah muslimin hizbulloh

    BalasHapus